ANALISIS EFEK DOMINO : STUDI KASUS KONFLIK INTERNAL DI SURIAH DAN
PENGUNGSIAN DI JERMAN
Dimas
Dwi Santoso
Nisrina
Khansa K
Theresia
Cassandra Saka V
Latar
Belakang
Hubungan Internasional tentunya merupakan kajian
multidisiplin yang mengkaji hampir semua hal. Diantara hal-hal yang dikaji oleh
hubungan internasional, yang paling kentara adalah kajian terhadap konflik.
Konflik sendiri dapat terjadi hanya didalam satu negara atau juga antar-negara.
Kali ini kami akan membahas konflik internal. Konflik internal adalah kekerasan
atau potensi kekerasan politik yang disebabkan faktor domestik dimana kekerasan
bersenjata menjadi ancaman utama didalam satu batas negara yang juga dapat
memengaruhi negara lain.[1]
Dari pengertian diatas, diketahui bahwa sebenarnya konflik
internal terjadi di satu negara namun memengaruhi negara lainnya. Contoh
konflik internal yang memengaruhi negara lain adalah konflik yang terjadi di
Syria. Konflik internal yang terjadi di Syria membuat sebagian besar warganya
menjadi refugee Syria datang ke
Jerman. Konflik internal yang terjadi di Syria kemudian tidak hanya menimbulkan
masalah di Syria namun juga ke Jerman. Pada penelitian kali ini, kelompok kami
akan melihat efek domino yang ditimbulkan oleh konflik internal pada kasus
Syria-Jerman.
Pembahasan
Konflik Internal
Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang diatas,
kami ingin melihat efek domino yang ditimbulkan konflik internal di Syria
terhadap ledakan refugee di Jerman.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai domino efek yang terjadi karena
konflik internal Syria erhadap ledakan refugee
di Jerman, lebih dulu kita perlu memahami konflik internal. Berikut ini adalah
pemahaman mengenai konflik internal yang kelompok kami dapatkan dari beberapa
sumber.
Penulis
|
Judul Buku
|
Definisi Konflik Internal
|
Penyebab Konflik Internal
|
Michael E. Brown
|
The International Dimensions of Internal Conflict
|
Konflik internal adalah
kekerasan atau potensi kekerasan politik yang disebabkan faktor domestik
dimana kekerasan bersenjata menjadi ancaman utama didalam satu batas negara
yang juga dapat memengaruhi negara lain.
|
Konflik internal
disebabkan adanya keputusan politik yang tidak disetujui oleh masyarakatnya,
sehingga menimbulkan konflik internal.
|
Michael Eddison
|
Violent Politics:
Strategies of Internal Conflicts
|
Konflik internal adalah
kekerasan politik.
|
Konflik internal
disebabkan karena adanya tekanan politis dari dalam negara.
|
Gad Barzilai
|
Wars, Internal Conflicts,
and Political Order: A Jewish Democracy in the Middle East
|
Konflik bersenjata
didalam kebijakan politik satu negara.
|
Konflik persenjataan yang
terjadi ini karena adanya perbedaan pandangan terhadap kebijakan politik yang
dimunculkan.
|
Lindsay Moir
|
The Law of Internal Arm
Conflicts.
|
Konflik internal adalah
konflik persenjataan internal.
|
Konflik internal muncul
karena adanya perbedaan nilai dan dikarenakan adanya perbedaan waktu serta
tempat.
|
Dari beberapa pengertian diatas, diketahui bahwa konflik
internal adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan nilai yang
menimbulkan adanya perbedaan interpretasi atas kebijakan politis yang diambil. Perbedaan
interpretasi itu akhirnya menimbulkan aksi ekstrim oleh masyarakat yang kontra
pada penerapan kebijakan politik yang diambil. Penyebab timbulnya konflik
internal sendiri karena kebijakan politis. Ditegaskan lebih lagi dalam tulisan
Michael Brown dan Michael Eddison bahwa sekalipun yang menyebabkan munculnya
konflik adalah perseteruan kebijakan perekonomian, dianggap bahwa kebijakan
perekonomian yang ada adalah bagian dari kebijakan politis.
Konflik Internal Syria
Konflik internal yang terjadi di Syria diawali bukan hanya
dari keputusan politik yang baru saja diambil, melainkan juga konflik panjang
yang muncul satu dekade yang lalu. Dari kota Deraa
menuju kota-kota pinggiran Latakia dan Banyas di Pantai Mediterania atau laut
Tengah, Homs, Ar Rasta, dan Hama di Suriah Barat, serta Deir es Zor di Suriah
Timur.[2]
Lalu protes yang terjadi menjadi sebuah perang sipil yang semakin besar yang
terjadi di Suriah. Kemudian konflik yang
terjadi menyebabkan munculnya dua kekuatan besar, karena terpecahnya dua bagian
di kota ini dan konflik yang terjadi dapat disebut dengan konflik agama karena
adanya pertentangan ideologi antara dua kekuatan besar tersebut, yaitu kaum
Sunni dan Alawi (kaum Iran yang bermazhab Syi’ah) dalam konflik tersebut. Sunni
merupakan penentang utama rezim Bashar al Assad
yang didominasi dan didukung oleh orang-orang Alawite. Dimana para
kelompok Sunni tersebut didukung oleh negara-negara Arab Saudi, Afganistan, dan
Quwait. Sedangkan para pendukung pemerintahan Assad adalah orang-orang Iran.
Konflik
internal ‘etnis’ tersebut adalah bentuk dan bukti awal bahwa konflik syria
tidak berhenti dari satu dekade lebih. Masalah internal yang baru muncul dari
sektor ekonomi. Masalah-masalah seperti tingginya
jumlah pengangguran, tingginya inflasi, terbatasnya kesempatan bagi masyaratkat
untuk dapat melakukan mobilitas sosial, adanya pembatasan kebebasan politik,
dan aparat keamanan yang anarkis menyebabkan munculnya permasalahan internal di
Syria. Kemudian munculnya protes yang dilakukan oleh masyarakat Suriah terhadap
kepemimpinan rezim Bashar al Assad agar bisa turun dari tahtanya juga merupakan
faktor munculnya konflik di Syria. Namun hal tersebut tidak menimbulkan
perubahan yang berarti pada rezim yang ada. Buktinya adalah kepemimpinan yang
ada adalah keturunan dari Assad dan hal tersebut dilakukan secara
terus-menerus. Pada saat rezim dipimpin oleh anak Bashar al Assad yaitu Hafez
al Assad selama empat tahun hingga saat ini, perubahan-perubahan yang terjadi
masih jauh dari kata baik.
Pembangunan
yang dilakukan masih sangat tidak memuaskan, baik di bidang sosial, politik,
maupun ekonomi bagi Suriah. PBB dan juga kelompok pembela HAM memberikan
informasi bahwa pada November 2013 lalu, Oxford Research Group telah melaporkan bahwa tercatat hingga 11 ribu
anak-anak yang ada di Suriah telah terbunuh akibat konflik tersebut.[3]
Serta jumlah korban yang tercatat telah mencapai 100.000 jiwa, dan pada
September 2013, UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) telah
mencatat bahwa masyarakat Suriah telah menjadi pengungsi (refugees) dengan jumlah ratusan orang yang mendapatkan
bantuan internasional serta 2 juta jiwa yang melakukan pengungsian ke negara
tetangga, yaitu Yordania, Irak, Libanon, dan Turki.[4]
Dampak perang tersebut juga menyebabkan terjadinya krisi
humaniter di Suriah dan juga terjadi ketegangan antara masyarakat asli negara
tempat pengungsi dan masyarakat yang mengungsi asal Suriah. Bahkan Robert
Lindren mengatakan bahwa lebih dari 11 juta orang yang ada di Suriah tergantung
dengan bantuan humaniter, sekitar 7,6 juta menjadi korban kekerasan di negara
asalnya sendiri (Suriah), sekitar 3,7 juta masyarakat asli Suriah mengungsi ke
luar negeri. menurut data sejak tahun 2013, tiga perempat masyarakat yang
m,asih bertahan di Suriah mengalami kemiskinan yang sudah sangat parah, karena
perang yang terus menerus terjadi setidaknya 200.000 orang di sana mengalami
kelaparan dan kekurangan sumber air bersih.[5]
Akibatnya muncullah protes yang
dilakukan oleh masyarakat untuk meminta pembebasan terhadap anak-anak yang
sedang ditahan. Namun, tidak disangka respon yang dilakukan oleh para tentara
Suriah itu sangat berlebihan, dimana mereka menembaki para masyarakat gelombang
protes tersebut sampai menyebabkan beberapa yang mengikuti aksi tersebut
meninggal. Hal inilah yang semakin menyulut aksi protes yang terjadi di Suriah.
Setelah terjadi hal tersebut bukan malah membuat mereka berhenti untuk
memprotes tetapi malah menjadi semakin melus
aksi yang mereka lakukan.
Efek Ledakan Refugee Syria di Jerman
Kasus
pengungsian yang melanda Uni Eropa telah terjadi sejak tahun 1990 dengan angka
400.000 orang pertahunnya. Sehingga, sejak tahun 2012 yang secara intensif
mengimpelemtasikan sistem Dublin I, II, dan III sebagai bentuk tindak preventif
dari pembludakan jumlah pengungsi konflik di negara lain.
Namun,
sejak tahun 2015 lalu, sistem dublin mengalami penurunan dalam
pengimplemetasiannya, sehingga terjadi peningkatan pengungsi secara signifikan.
Salah satu negara yang mengalami peningkatan penerimaan pengungsi yang terbesar
di Uni Eropa adalah Jerman. Jerman menjadi tempat tujuan utama para pengungsi
Suriah terbesar kedua setelah Turki, yaitu 31,94 persen dari pengungsi total di
Uni Eropa (442.000 orang) pada tahun 2015, atau berjumlah 70 ribu orang. Pada
kasus ini, memperlihatkan bahwa konflik internal di Suriah mengakibatkan
lahirnya kasus pengungsian di negara. Selain itu, Suriah menjadi negara
pengungsi terbesar per tahunnya, yang mencapai 2 juta orang. Tidak hanya itu,
efek lain dari kasus pengungsian masyarakat Suriah menyebabkan efek domino
lainnya di Jerman.
Efek
domino disebut juga sebagai dampak berlanjut dari konflik yang sedang atau
telah terjadi. Hal ini menjelaskan bahwa
konflik internal tidak hanya berdampak pada aktor atau wilayah pelakunya.
Melainkan juga berpotensi berdampak di negara, wilayah, atau bahkan stakeholder di luarnya,
dan dampak lanjut dan meluas tersebut disebut dengan efek domino. Salah satu efek
domino yang terjadi karena adanya konflik internal di Suriah adalah terjadi di
Jerman. Khususnya pada aspek ekonomi fiskal, imigrasi, dan protes sentimen
masyarakat lokal.
Efek Dublin I : Efek Fiskal di Jerman
Jerman
mengalami kenaikan signifikan pengeluaran untuk menyediakan tempat dan
fasilitas bagi para pengungsi Suriah. Sejak tahun 2014 terus mengalami
peningkatan hingga tahun 2016 ini, yaitu 2014 pengeluaran bernilai 0,08 persen
dari total GDP jerman, meningkat menjadi 0,20 persen pada tahun 2015, dan pada
tahun 2016 meningkat menjadi 0,35 persen. Hal ini yang menyebabkan adanya
potensi pengalihan alokasi pendaan Jerman di luar rencan Jerman sendiri.
Efek Dublin II : Efek Serapan Imigran
Sejak
adanya penerimaan pengungsian di Jerman, akibatnya Jerman harus memperketat
penyerapan imigran yang datang dari luar negeri. Jadi dapat memicu keterbatasan
jerman untuk menyerap tenaga asing, dan keterbatasan Jerman untuk dikunjungi.
Sehingga berpotensi mengancam iklim buruk pada ekonomi negara Jerman.[6]
Efek Dublin III : Efek Tuntutan Masyarakat Lokal
Penuntutan
secara pribadi yang bersifat sentimental oleh masyarakat lokal atas pelegalan
Islam di Jerman, karena mayoritas pengungi
adalah beragama Islam.[7]

Pengaruh Konflik Internal Terhadap Keamanan Negara
Konflik internal tentu akan mempengaruhi keamanan negara.
Diketahui bahwa bahkan keamanan internasional pun dipengaruhi oleh keamanan
negara. Keamanan negara yang memengaruhi keamanan internasional dipengaruhi
oleh keamanan internal negara dan keamanan internal negara dapat dlihat dari
ada/tidak adanya konflik didalam negara.[9]
Pengaruh yang muncul karena adanya konflik internal adalah
tidak stabilnya keamanan negara. Ketidak-stabilan keamanan negara ini dapat
menimbulkan dua dampak besar, yaitu akan timbulnya perbaruan dan perbaikan
terhadap kebijakan politik yang ada atau justru akan menimbulkan kehancuran
negara.
Dari kasus Syria, diketahui bahwa munculnya refugee merupakan bentuk negatif dari
konflik internal. Konflik internal di syria muncul dengan kekerasan bersenjata
oleh pemerintah yang secara terus menerus “membunuh” warganya yang tidak setuju
atas kebijakan politik yang ada di Syria. Sejauh data yang kami dapatkan, Syria
belum melakukan perbaikan atau penilikan ulang atas kebijakan politiknya untuk
mengurangi dampak konflik internal. Bahkan dampak dari konflik internal ini
juga menghambat tercapainya perdamaian positif dalam bidang ekonomi. Konflik
internal di Syria dapat memicu kegagalan negara akibat “hilangnya” masyarakat
dari Syria yang menimbulkan hancurnya perekonomian negara.
Konflik internal yang terjadi di Syria tidak hanya
menimbulkan efek dinegara-nya saja, tapi juga mempengaruhi negara lain,
terlebih Jerman. Efek domino yang ditimbulkan di Jerman bisa dilihat melalui
Efek Dublin yang terjadi. Terlebih lagi tidak hanya efek dublin, melainkan
adanya perubahan kebijakan luar negeri dan kebijakan pekerja di Jerman seperti
yang telah kami jabarkan diatas.
Jika dikatakan bahwa negara takut terhadap konflik internal
yang terjadi di dalam negaranya, secara general pasti terjadi. Namun jika kita
melihat kasus yang terjadi antara Syria-Jerman, maka diketahui yang mengalami
ketakutan justru Jerman, yang notabene bukanlah negara yang mengalami konflik
internal. Syria yang sebenarnya sumber konflik justru hirau atas konflik
internal yang terjadi. Hal ini dibuktikan dengan respons yang diberikan Syria
pada masyarakatnya yang “mengungsi”, dengan memberikan ancaman dan bahkan
melakukan kekerasan bersenjata.
Kesimpulan
Dari penelitian yang kami lakukan, terlihat bahwa kami
mendapatkan kerangka berpikir seperti dibawah ini:

Konflik internal adalah konflik yang didorong adanya
perbedaan pandangan politik yang terkadang mengakibatkan munculnya kekerasan
bersenjata dari negara atau pun aktor non-negara. Konflik internal yang terjadi
ini tidak hanya memengaruhi satu negara namun juga lintas batas negara. Hal ini
dibuktikan dengan kasus yan terjadi antara Syria-Jerman. Konflik internal yang
terjadi di Syria sendiri mengakibatkan efek domino, baik di Syria maupun
Jerman.
Efek yang muncul di Syria berpengaruh pada degradasi ekonomi
di Syria dan juga turunnya keamanan dalam negara. Sedangkan di Jerman, efek
domino yang muncul terlihat dari banyak sektor, pada efek dublin I, II, dan
III.
Referensi:
Aiyar, Shekhar, dkk. 2016. IMF Staff Discussion Note: The Refugee Surge in Europe: Economic
Challenges Topalova. Euro
Moir,
Lindsay. 2012. The Law of Internal Armed Conflict. Cambridge University Press.
Barzilai, Gad.
1996. Wars, Internal Conflicts, and
Political Order: A Jewish Democracy in the Middle East-State. University of New
York Press.
Addison, Michael.
2002. Violent Politics_: Strategies of Internal Conflict.
Brown,
Michael E. 1996. The International Dimensions of Internal Conflict.The MIT
Press: Massachusetts.
Siti
Muti’ah, “Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme dan
Pan-Islamisme” dalam Jurnal CMES
Volume V Nomor 1, Edisi Juli-Desember 2012.
Al-Jazeera.
24 November 2013. Report: Over 11,000
Syrian Children Killed in War, Most
by Explosives.
William,
Paul D. 2008. Security Studies: An Introducion. Routledge.
[1] Brown,
Michael E. 1996. The International Dimensions of Internal Conflict.The MIT
Press: Massachusetts. (hal:)
[2]Siti
Muti’ah, “Pergolakan Panjang Suriah: Masih Adakah Pan-Arabisme dan
Pan-Islamisme” dalam Jurnal CMES
Volume V Nomor 1, Edisi Juli-Desember 2012, hlm. 5
[3]
Al-Jazeera.
24 November 2013. Report: Over 11,000
Syrian Children Killed in War, Most
by Explosives.
[4]
UN
Agency. 3 September 2013. Number of
Syrian refugees tops 2 million, with ‘more on the way’. Diakses dari http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45757#.WDTYHrlc5-Q
[5] Suriah
Terjerumus Dalam Bencana Humaniter, Diakses dari http://www.dw.com/id/suriah-terjerumus-dalam-bencana-humaniter/a-18314169
[6] Dikutip dari buku
laporan : Shekhar Aiyar, Bergljot
Barkbu, Nicoletta Batini, Helge Berger, Enrica Detragiache, Allan Dizioli,
Christian Ebeke, Huidan Lin, Linda Kaltani, Sebastian Sosa, Antonio
Spilimbergo, and Petia. IMF Staff Discussion
Note. 2016. The Refugee Surge in Europe: Economic Challenges Topalova. Euro
[7] dikutip dari laman : https://www.rt.com/news/346930-islamophobia-germany-refugees-study/ diakses pada tanggal:
22 November 2016, pukul : 20.31 WIB.
[8] Dikutip dari buku laporan : Shekhar Aiyar, Bergljot
Barkbu, Nicoletta Batini, Helge Berger, Enrica Detragiache, Allan Dizioli,
Christian Ebeke, Huidan Lin, Linda Kaltani, Sebastian Sosa, Antonio
Spilimbergo, and Petia. IMF Staff Discussion Note. 2016. The Refugee Surge in
Europe: Economic Challenges Topalova. Euro
[9] William,
Paul D. 2008. Security Studies: An Introducion. Routledge. (chapter 9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar