Kamis, 16 Maret 2017

INDONESIA GAGAL MENGHADAPI PASAR BEBAS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

INDONESIA GAGAL MENGHADAPI PASAR BEBAS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
Kita ketahui pada akhir tahun 2015, sepuluh negara ASEAN(Asociation of South East Asia Nation) akhirnya melaksanakan pasar bebas. Negara-negara di ASEAN sendiri banyak dipandang orang sebagai negara yang belum maju, terkecuali Singapura dan Malaysia tentunya. Selain negara-negara yang masih berkembang, penerapan pasar bebas ini banyak dikhawatirkan bukannya membawa dampak baik namun malah berbalik menjadi jalan hegemoni negara luar ke negara-negara ASEAN. Indonesia merupakan salah satu dari negara ASEAN yang juga telah membuka pasar bebas-nya. Diharapkan dengan membuka pasarnya, negara Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomiannya dengan melihat contoh pertumbuhan ekonomi signifikan yang dialami China dan Vietnam. Namun apakah benar bahwa dengan membuka pasar bebas, Indonesia akan mengalami peningkatapertumbuhan ekonomi yang signifikan seperti yang terjadi pada Cina dan Vietnam atau malah akan membuka kemungkinan hegemoni dari negara-negara lain?
Klaim saya, Indonesia akan memperburuk perekonomiannya jika membuka pasar bebas, bukannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan Indonesia yang terlihat belum siap menghadapi kompetisi dalam berbagai bidang seperti kebijakan, mekanisme, pekerja, investasi, sumber daya, dan lain-lain. Ditambah ada prediksi yang menyatakan bahwa yang akan menguasai ASEAN adalah Singapura yang menjadi wilayah penyaluran barang di ASEAN dan Indonesia tidak memiliki peran yang penting karena tidak sanggup berkompetisi.[1]
Kegagalan Kompetisi Indonesia
Untuk membahas hal ini lebih jauh, hal pertama yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah isi dam maksud dari Blue Print mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Jika kita lihat lebih lagi kepada blue print MEA, maka akan terlihat bahwa memang negara-negara ingin menjadikan ASEAN menjadi satu pasar yang terbuka, tetapi juga dengan kompetisi yang ketat.[2] Disini terdapat dual makna, dimana bisa berarti pasar ASEAN menjadi saingan pasar bebas dunia dan juga saling bersaing dengan antar negara.
Pertama, competitive policy yang menyangkut local value added dan external competitive.[3] Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, nilai tambah adalah besar output dikurangi besar input dan hanya menghitung dari perusahaan yang ada tanpa menilik masukan dan keluaran pembentukan “nilai” pada barang.[4] Jika menilik pada penghasilan perusahaan yang ada, nilai tambah yang ada bisa dikatakan sudah baik, namun pemerintah ternyata kurang memberikan pengaruhnya terhadap penambahan nilai. Nilai tambah sendiri menyangkut wawasan mendalam, ide, inovasi, pengaruh, dan kembalinya investasi.[5] Jika kita melihat beberapa elemen atas nilai tambah, jelas Indonesia sangat jauh dari kata mampu melakukannya. Dibuktikan dengan menurunnya minat masyarakat akan produk barang, jasa, dan produksi dalam negeri yang kurang mampu bersaing dengan produk dari luar negeri. Dibuktikan dengan nilai impor sebesar 201.894.635.908 US$[6] dan ekspor 198.823.697.117 US$[7]. Hanya dengan bermodalkan pikiran saja kita tahu bahwa kita membeli barang atau jasa berdasarkan kebutuhan dan brand dari barang dan jasa itu sendiri, sedangkan Indonesia dinilai belum bisa memprediksi barang atau jasa apa yang akan laku dipasaran, belum bisa mencari ide besar untuk mempromosikan barang dan jasanya, belum bisa berinovasi dengan maksimal, belum bisa memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap pasarnya sendiri, dan karena hal ini lah, maka sulit untuk mendapatkan keuntungan dari kembalinya investasi. Dalam memberikan nilai tambah barang, kita dikalahkan oleh pemikiran bahwa produk luar negeri lebih memberikan kesan keren seperti produksi barat; dan dalam inovasi ide, kita dikalahkan Korea Selatan yang pengaruhnya kini semakin mendunia baik dari segi barang dan jasa. Ditambah lagi sebenarnya ekonomi yang baik dikatakan bukan karena kebijakan ekonomi yang baik dan kebanyakan negara dengan ekonomi yang baik malah dijalankan oleh non-economist(Jepang dan Korea oleh pengacara; Taiwan dan Cina oleh teknisi).[8]
Kedua, competitive economic growth and competitive export.[9] Pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan negara-negara di ASEAN bisa dikatakan agak lebih baik dibandingkan Brunei dan Thailand yang pertumbuhan ekonominya turun sangat jauh jika kita melihat data dari World Bank. Dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dalam kebangkitan setelah krisis karenan kontrol modal oleh pemerintahan.[10] Dan lagi, perbaikan ekonomi di Indonesia ditekankan pada industri makro dan menghiraukan industri mikro dan sektor privat.[11] Dalam pertumbuhan ekonomi pun, Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2014 ke 2015. Pertumbuhan ekonomi Indonesia turun sebesar 0,6% dari 5,6% menjadi 5,0%.[12] Dan terjadinya hegemoni ekonomi pada satu wilayah dikarenakan tidak adanya sistem kolektifitas.[13] Tidak hanya di Indonesia, penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi di enam negara lain di ASEAN. Kenaikan pertumbuhan ekonomi hanya terjadi di Malaysia sebesar 2%, Vietnam sebesar 0,6%, dan Myanmar sebesar 0,3%.[14] Hegemoni akan terjadi jika ini terjadi terus menerus karena adanya ketakutan akan diskriminasi.[15] Diskriminasi sendiri menurut saya cenderung akan dilakukan oleh negara dengan power ekonomi yang jauh lebih besar, dalam hal ini adalah Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang secara geografis saya rasa berada dekat dengan Indonesia(Cina dan Jepang) atau dikarenakan memang pengaruhnya yang memag besar di dunia perekonomian(AS dan Korea Selatan).
Ketiga, competitive mechanism and labour implementation dengan meningkatkan kapasitas kualitas pekerja dan memberi fasilitas dengan integrasi kawasan.[16] Hal ini bertujuan agar adanya kesamaan kemudahan dalam mengakses pekerjaan oleh pekerja dengan dipermudahnya keluar masuk kawasan ASEAN. Dalam blue print MEA sendiri pekerja akan ditingkatkan kemampuannya dan dipermudah dalam hal mobilitas. Namun jika kita lihat, kemampuan atas manusia yang akan bekerja ke luar negeri sendiri ternyata “dihegemoni” oleh negara yang akan dituju. Dengan memulai hegemoni pada bahasa, masyarakat Indonesia “dipaksa” untuk mempelajari bahasa asing agar dapat bekerja di tempat tujuannya. Memang mengembangkan pengetahuan bahasa adalah hal yang baik, namun ternyata setelah hegemoni dalam bahasa, lama-kelamaan akan terjadi hegemoni dalam kebiasaan dan aspek lainnya.[17] Bahkan dunia ini saja dikonstruksi oleh pemikiran barat yang sulit dihilangkan dari pemikiran manusia, termasuk ASEAN yang bahkan menggunakan Bahasa Inggris dalam blue print yang ada, jika ingin membuktikan bahwa kita tidak mudah dipengaruhi, seharusnya kita menggunakan Bahasa Indonesia untuk menulis blue print perjanjian antara negara-negara di Asia Tenggara. Apa lagi Indonesia, saya sangat pesimis Indonesia dapat bertahan dari hegemoni perlahan ini jika melihat sangat mudahnya sebagian besar masyarakat Indonesia dipengaruhi dan diubah sudut pandangnya. Indonesia selain itu juga telah memiliki tenaga kerja terbesar di wilayah ASEAN sebanyak 124.061.112 pada tahun 2015.[18] Namun hal ini bukan dikarenakan kualitas pekerja kita yang sangat baik, melainkan karena tenaga kerja Indonesia mau dibayar dengan murah, tidak seperti di negara kapitalis, pekerja dibayar melebihi apa yang pantas didapatkan.[19]
Keempat, competitive investment.[20] Arti kata dari investasi adalah penanaman uang atau modal untuk memperoleh keuntungan.[21] Jumlah investasi Indonesia sendiri sangat besar, yaitu 20.387.533.777 US$, jika menurut pengertian diatas, maka keuntungan yang didapatkan Indonesia paling besar ke-2 dibawah Singapura dengan jumlah investasi sebesar 40.695.879.247 US$ dan dibandingkan negara-negara di ASEAN lainnya, karena investasi Indonesia yang besar.[22] Namun investasi negara asing yang masuk ke Indonesia juga besar, yaitu 26.349.225.591 US$.[23] Jadi jika kita lihat, investasi asing yang masuk ke Indonesia lebih besar dibandingkan investasi yang ditanam Indonesia keluar. Dengan investasi asing ke Indonesia dengan besar-besaran, Indonesia dengan pikiran kosongnya terkadang melepaskan kepemilikan atas satu hal sedangkan privat costs dan social costs kurang diperhitungkan oleh pemerintah. Dan lagi, diatas telah disebutkan bahwa Indonesia hanya berfokus pada perusahaan saja tanpa melihat aspek lainnya, hal ini mungkin akan memperkaya pemilik perusahaan, namun tidak memperkaya pekerjanya.[24]
Kelima, competitive maritime goods, services and transportation.[25] Dengan tujuan meningkatkan perekonomian, negara-negara di Asia Tenggara mengharapkan adanya integrasi dalam segala bidang termasuk dalam produk maritim, jasa, dan transportasi. Hal ini pastinya sangat baik jika kita lihat dengan adanya kemudahal dalam lintas kawasan dikarenakan proses pengurusan visa yang dipermudah, ketersediaan alat transportasi, pengurangan pajak, dan distribusi hasil laut. Indonesia sudah baik dalam memberikan input atas dasar poros ekonomi yang saat ini diterapkan, namun yang saya takutkan, kebaikan Indonesia ini menjadi  cela negara asing untuk “mempermainkan” kedaulatan maritim Indonesia yang memengaruhi masukan atas kebijakan ekonomi.[26] Seperti banyaknya kasus pelanggaran penangkapan ikan, perbatasan wilayah yang terjadi, hal ini dikarenakan prinsip intergritas yang dianggap sebagai peng-izin-an eksploitasi bersama. Belum lagi biaya transportasi domestik di Indonesia lebih mahal dibanding biaya penerbangan ke luar negeri bahkan membuat masyarakat Indonesia lebih senang berlibur ke luar negeri ketimbang berlibur di negara sendiri.[27]
Keenam, competitive technology. Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara meningkatkan teknologi untuk mendukung kemudahan di segala bidang baik informasi, pasar, pekerjaan, keuangan, dll untuk mendukung kebebasan pasar dengan memberikan ruang informasi yang lebih cepat. Negara-negara di Asia tenggara kita ketahui bersama bukanlah negara produksi teknologi yang baik, Indonesia sendiri mendapatkan banyak teknologi dengan sumbangan Jepang, Cina dan negara-negara yang telah maju lainnya. Wajar jika negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris membuka pasar bebas untuk memberikan ruang seluas mungkin dalam menjual hasil produksinya. Dengan membuka pasar bebas, tanpa memiliki kemampuan memproduksi teknologi, Indonesia sudah bunuh diri. AS dan Inggris membuka pasar bebas setelah mereka berhasil menemukan barang dan jasa yang bisa dijual dengan keunggulan tersendiri setelah mereka melakukan proteksi.[28] Namun Indonesia hanya akan mengonsumsi produk yang diciptakan negara lain. Dan jika masih saja tidak dapat membuat barang atau jasa produksi, Indonesia terancam merugi dan dengan distribusi yang sering diberikan kepada “orang miskin” akan memperburuk keadaan karena “orang miskin” tersebut didorong untuk semakin malas.
Jika kita lihat diatas, kompetisi intra dan extra dalam MEA akan menimbulkan kegagalan ekonomi bagi Indonesia dan perluasan hegemoni negara-negara asing di Indonesia. Adanya kegagalan ini dikarenakan kurangnya perhitungan yang matang. Dalam menerapkan persaingan kebijakan yang sebenarnya tidak berpengaruh akan kesejahteraan. Persaingan ekonomi dan ekspor yang ternyata Indonesia juga dikalahkan oleh negara kecil seperti Singapura. Persaingan pekerja dan mekanisme yang dianggap merupakan pemasukan besar bagi negara ternyata hanya dikarenakan murahnya bayaran pekerja Indonesia. Persaingan investasi yang kembali kita dikalahkan oleh Singapura, ditambah investasi asing ke Indonesia lebih besar dari pada investasi Indonesia ke luar. Dalam persaingan barang, jasa maritim, dan transportasi Indonesia seakan tidak konsisten jika melihat biaya transportasi domestik yang lebih mahal dibandingkan biaya transportasi keluar negeri. Serta persaingan teknologi, kita termasuk golongan negara yang belum bisa secara mandiri memproduksi teknologi sendiri. Indonesia akan semakin terhimpit keadaan ekonomi jika MEA dilaksanakan.



Referensi:
ASEAN Economic Comunity Blue Print.
Cafruny, Alan W. 2003. Neo-liberalism Hegemony and Transformation in Europe. Littlefield Publisher.
Carlucci, Alessandro. 2013. Gramsci and Languages: Unification, Diversity, Hegemony. Netherlands: Koninklijke Brill NV.
Chang, Ha Joon. 2010. 23 Things They Don’t Tell You Aboout Capitalism. Allene Lane.
Findlay, Ronald, Kevin H.O’Rourke. 2007. Power and Plenty: Trade, War, and World Economy in the Second Millenium.
Karakitson, Elias, Lambros Varnavides. 2014. Maritime Economic Approach. Palgrave McMillan.
KBBI(Kamus Besar Berbahasa Indonesia)
Murphy, Craig N, Roger Tooze. 1991. The New International Political Economic. Palgrave McMillan Uk.
Sherington, Mark. 2003. Added Value. Palgrave.
Shimizu, Yoshima. 2007. Economic Dynamism of Asia in the New Millenium. World Scientific Publishing Co.
Twomey, Michael. 2000. A Century of Foreign Investment in the Third World. Routledge.






[1] Findlay, Ronald, Kevin H.O’Rourke. 2007. Power and Plenty: Trade, War, and World Economy in the Second Millenium. (halaman 529)
[2] ASEAN Economic Comunity Blue Print. Pada kalimat pembuka menyatakan adanya kompetisi ‘a hightly competitive economic region’. (halaman 2)
[3] Ibid. (halaman 2 dan 19)
[4] https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9 (diakses pada Pukul 00.32 WIB)
[5] Sherington, Mark. 2003. Added Value. Palgrave. (halaman 2)
[8] Chang, Ha Joon. 2010. 23 Things They Don’t Tell You Aboout Capitalism. Allene Lane. (thing 23)
[9] ASEAN Economic Blue Print. (halaman 5)
[10] Shimizu, Yoshima. 2007. Economic Dynamism of Asia in the New Millenium. World Scientific Publishing Co. (halaman 57)
[11] Twomey, Michael. 2000. A Century of Foreign Investment in the Third World. Routledge. (halaman 133)
[13] Cafruny, Alan W. 2003. Neo-liberalism Hegemony and Transformation in Europe. Littlefield Publisher. (halaman 95)
[15] Murphy, Craig N, Roger Tooze. 1991. The New International Political Economic. Palgrave McMillan Uk. (halaman 79 dan 80)
[16] ASEAN Economic Community Blue Print. (halaman 5 dan 16)
[17] Carlucci, Alessandro. 2013. Gramsci and Languages: Unification, Diversity, Hegemony. Netherlands: Koninklijke Brill NV. (halaman 173)
[19] Chang, Ha Joon. 2010. 23 Things They Don’t Tell You Aboout Capitalism. Allene Lane. (thing 3)
[20] ASEAN Economic Community Blue Print. (halaman 12)
[21] KBBI(Kamus Besar Berbahasa Indonesia)
[24] Chang, Ha Joon. 2010. 23 Things They Don’t Tell You Aboout Capitalism. Allene Lane. (thing 13)
[25] ASEAN Economic Community Blue Print. (halaman 19-21)
[26] Karakitson, Elias, Lambros Varnavides. 2014. Maritime Economic Approach. Palgrave McMillan. (halaman 14)
[28] Chang, Ha Joon. 2010. 23 Things They Don’t Tell You Aboout Capitalism. Allene Lane. (thing 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar