1. Sejarah di
Asia Timur selama ini seolah hanya berkutat pada ranah perkembangan power
Jepang dan China. Perkembangan power kedua negara ini menjadi satu hal yang
sangat menarik untuk dibahas karena kebangkitan perekonomian kedua negara ini
sangat pesat dan bahkan menjadi dua dari ‘super power’ di Asia Timur dan dunia
internasional. Berdasarkan power ekonomi, Jepang dan Cina membuat perubahan
yang pesat dan menarik perhatian Eropa. Ketertarikan negara-negara Eropa kepada
wilayah Asia Timur dimulai pasca perang dingin tahun 1950-1960an ketika China
muncul menjadi negara komunis yang sangat besar.
China
dan Jepang yang merupakan negara dengan perekonomian sangat besar dan sangat
berpengaruh bagi negara-negara disekitarnya digadang-gadang juga menjadi pintu
gerbang kolonialisasi Eropa. Tidak hanya dari segi perekonomian, sejarah juga
mengatakan. Namun kenyataannya, pertumbuhan ekonomi kedua negara ini juga
disebut-sebut sebagai bukti bagi kemampuan Asia Timur dapat menangkal pengaruh
dari luar, walau pada akhirnya terdapat pembagian kubu pada negara-negara di
Asia Timur. Hal ini dibuktikan degan sempat adanya pelarangan organisasi LBB
mengintervensi wilayah Asia Timur dalam penyelesaian permasalahan di Mancuria
pada tahun 1922.
Eropa
yang hadir di Asia Timur memang awalnya hanya atas ketertarikan pada
perekonomian Jepang dan Cina, namun kehadiran Eropa menambah permasalahan
ideologi dari kubu-kubu yang ada. Perang idiologi bahkan membagi Asia Timur
menjadi dua kubu besar penganut paham komunis sosialis dan penganut liberal
demokrasi. Perang ideologi ini juga sangat kentara pada tahun 1950, dimana
paham komunis yang dibawa oleh Rusia memengaruhi hampir 90% wilayah Korea. Baru
kemudian pada tahun 1951 terdapat pengaruh Amerika dan PBB pada ideologi
demokrasi liberal di Korea. Dan pada tahun 1953, dibagilah wilayah Korea
seperti yang saat ini kita ketahui.
Selain
power, yang menjadi ketertarikan sendiri adalah konflik regional yang pula
memengaruhi dinamika hubungan internasional. Walaupun di Asia Timur terdapat
organisasi kerjasama dan usaha integrasi kawasan, nyatanya sifat hubungan di
Asia Timur masih bersifat enmity, dimana negara-negaranya selelu menyimpan rasa
curiga dan permusuhan. Hal ini terlihat pada hubungan antara Cina-Jepang dan
Korea Utara-Korea Selatan. Asia Timur seolah hanya berkutat dengan konflik
antara empat aktor utama, China, Jepang, Korea Selatan dan Korea Utara. Keempat
aktor negara ini memiliki konflik yang terjadi sudah sangat lama. Penanganan
konflik tersebut telah diusahakan dilakukan oleh banyak pihak, namun belum ada
kata berhasil sampai saat ini. Bahkan di Asia Timur ada perjanjian Five-country
treaty yang mengatur persenjataan di negara-negara pada tahun 1922.
2. Sengketa
teritorial di Asia Timur
a. Sengketa
Teritorial Cina dan Jepang
Cina
dan jepang bersengketa dalam memperebutkan wilayah The Senkaku/ Diao Yu. Wilayah senkaku/diao yu ini berada di bagian
timur Taiwan, sekitar 120 mil dan berada 200 mil dari bagian timur Cina, serta
200 mil dari bagian barat daya Okinawa. Yang membuat terjadinya perebutan
wilayah ini bukanlah sumberdaya alam yang ada pada lima gugus kepulauan ini,
melainkan jalur menuju wilayah yang memiliki banyak sumber daya alam berharga,
seperti minyak. Wilayah ini juga mengalami klaim yang sengit karena lima
gugusan pulau ini tidak memiliki penghuni dan hanya merupakan tanah yang tidak
memiliki potensi dari sumber daya alam-nya.
Kedua
negara mengklaim wilayah ini menggunakan aspek historis. Klaim dari Cina
menyatakan bahwa Kepulauan Senkaku ini ditemukan oleh warga negara Cina pada
Dinasti Ming pada tahun 1600-an. Dan karena pulau tersebut telah diklaim mulai
tahun 1600-an, kepulauan tersebut secara otomatis menjadi wilayah kedaulatan
negara Cina. Selain itu, pada tahun 1893, diakui bahwa banyak masyarakat Cina
yang menginjakkan kakinya ke Kepulauan Senkaku untuk mencari obat-obatan
herbal, tepatnya pada masa dinasti Qing
Alasan
tidak adanya penghuni yang ada di Kepulauan Senkaku ini membuat Jepang secara
historis terlebih dahulu melakukan penyelidikan terhadap daerah ini secara
legal dan formal melalui Treaty of Simonoseki pada tahun 1895. Adapun isi dari
Treaty of Simonoseki mengatakan bahwa Kepulauan Senkaku sudah memasuki wilayah
administrasi Okinawa. Namun Cina tetap mengklaim bahwa Jepang telah melakukan
klaim yang salah. Pasalnya jika mengingat letak Kepulauan Senkaku, maka akan
jelas kentara bahwa KepulauanSsenkaku seharusnya menjadi kepemilikan Taiwan.
Ketidaksepakatan
atas hasil dari pemilik ini karena Cina melihat keberadaan wilayah ini
berdasarkan UNCLOS. Hal ini yang membuat Cina seperti tidak konsisten. Ketika
melihat konflik Senkaku, digunakan dasar hukum UNCLOS, namun ketia melihat
L(C)S, digunakna pandangan biasa, seperti aspek historis yang bahkan
pembuktiannya dirasa kurang. UNCLOS sendiri menyatakan bahwa Kepulauan Senkaku
tidak memiliki wilayah ZEE dikarenakan tidak ada faktor pendukung kehidupan di Kepulauan
ini. adapun biasanya, peraturan UNCLOS menyatakan bahwa batas wilayah satu negara adalah 12 mil daerah laut, 200
mil ZEE, dan 350 mil daerah pendukung kehidupan.
Kompetisi
perebutan wilayah ini seolah juga menjadi kompetisi pertumbuhan ekonomi dan
kekuatan kedua negara. Keberhasilan Jepang yang telah terlebih dulu mengklaim
wilayah ini sebagai kepemilikannya memiliki aktor pendukung dari luar wilayah
Asia Timur, yaitu Amerika Serikat. Seperti yang kita ketahui, Amerika Serika
memberikan Jepang bantuan untuk meningkatkan persenjataan dan kekuatan laut
negaranya. Hal ini bertahan cukup lama, sampai Cina akhirnya tumbuh menjadi
negara dengan kekuatan besar yang siap bersaing kembali unutk memperebutkan
wilayah tersebut.
b. Sengketa
Teritorial Jepang dan Korea Selatan
Jepang
memiliki sengketa terirtorial dengan korea selatan dalam wilayah Liancourt Rock. Wilayah ini diklaim oleh
kedua negara karena memang keduanya menganggap wiayah ini adalah wilayah
administrasi neagranya. Bahkan kedua negara menamai kepualauan ini dengan nama
yang berbeda, walaupun yang dituju adalah tempat yang sama. Jepang menamai
pulau ini dengan sebutan Tekeshima, sedangkan Koea Selatan mengklaim wilayah
ini dengan sebutan Pulau Dokdo.
Klaim
Korea Selatan pada wilayah Liancourt Rock ini didasarkan pada dokumen yang
sudah ada sejak abad ke-8. Dari dokumen-dokumen yang ada, dosebutkan bahwa
Korea Selatan telah membangun pangkalan persenjataan dan pelabuhan di wilayah
Liancourt Roch ini. Korea Selatan juga menyatakan klaimnya atas Liancourt Rock
dengan menunjukkan bukti kesejarahan, yang menunjukkan bahwa Liancourt Rock
merupakan bagian Korea selatan dari Dinasti Choson, yang sebelumnya juga
merupakan kepemilikan dari Goryeo.
Klaim
Jepang atas Tekeshima adalah adanya kependudukan warga Jepang di Liancourt Rock
sejak tahun 1650 adalah bukti bahwa Tekeshima adalah wilayah Jepang. Disamping
itu, dikatakan masih banyak lagi bukti yang mendukung klaim tersebut, yaitu
dokumen-dokumen yang dikeluarkan pada tahun 1900-an. Dan pada awal abad 20-an wilayah ini dijadikan oleh Jepang
sebagai tempat untuk mencari makanan dengan berburu.
Kedua
negara tidak ada yang ingin mengalah dan kembali menyatakan klaimnya atas
wilayah tersebut. jepang mengatakan bahwa Tekeshima merupakan wilayah
administrasi Shimane. Dan Korea Selatan menyatakan bahwa Pulau Dokdo merupakan
bagian yang memang sudah diklaimnya menjadi wlayah kedaulatan korea Selatan
sejak abad ke-5.
Klaim
keduanya masih berlangsung sampai sekarang. Klaim kedua negara atas wilayah ini
terlihat tidak terlalu menimbulkan konflik atau ketegangan di wilayah Asia
Timur. Hal ini dikarenakan tidak adanya negara dengan ekuatan besar yang ikut
campur dalam penyelesaian maslaah. Ameerika serikat yang notabene adalah sekutu
kedua negara ini, lebih memilih untuk tidak berpihak kepada kubu manapun untuk
mempertahankan kepercayaan masing-masing negara.
3. Kegagalan
reunifikasi Korea adalah adanya keegoisan pemimpin dan adanya campur tangan
negara besar. Keegoisan pemimpin yang saya maksudkna disini adalah ketidak-mauan
negara dalam mengendorkan rasa toleransi antar-negara. Walau alasan yang
diberikan oleh kedua negara karena tidak inginnya penyerahan negara karena
ideologi yang berbeda, diketahui bahwa ideologi yang bahkan sekarang dianut
merupakan ideologi yang dibawa oleh negara lain. Keegoisan lainnya adalah
ketidakerbukaan kedua negara dalam bidang kerjasama. Dalam pemerintahan Kim
Jong Il, sempat dilakukan temu rembuk antara oemimpin Korea Utara dan Korea
Selatan yang sempat memberikan harapan atas terjadinya reunifikasi.
Dalam
pemerintahan Kim Jong Il, diketahui bahwa keadaan neagra yang sedang dalam
gencaan senjata ini tidak terlalu panas dan bahwan hampir tidak terdengar
adanya keteganganyang memuncak seperti yang terjadi pasca kepemimpinan Kim Jong
Un. Dan kepemimpinan Kim Jong Un membuat reunifikasi semakin kentara dengan
kerasnya tindakan-tindakan yang dilakukan, yang dianggapnya sebagai pemberi
efek deterence.
Kembali
melihat ideologi yang dianut, kedua ideologi ini dibawa oleh dua negara yang
berbeda, yaitu Rusia dan Amerika Serikat. Alasan belum terjadinya reunifikasi
di korea adalah adanya keterlinbatan kedua negara ini. Korea Utara yang
menganut sistem Sosial-Komunis sesuai dengan negara yang membawanya, yaitu
Rusia. Dan Amerika serikat membawa pengaruh Demokrasi-Liberal pada Korea
Selatan. Perang ideologi ini, seperti yang dikatakan pada nomor sebelumnya juga
sangat kentara pada Perang Korea 1950-1953. Pada tahun 1950, paham komunis yang
dibawa oleh Rusia memengaruhi hampir 90% wilayah Korea. Baru kemudian pada
tahun 1951 terdapat pengaruh Amerika dan PBB pada ideologi demokrasi liberal di
Korea. Dan pada tahun 1953, dibagilah wilayah Korea seperti yang saat ini kita
ketahui.
Pada
Perang Korea Tersebut. kedua negara besar bahkan memberikan pasokan persenjataan
pada Korea Utara dan Korea Selatan. Tidak hanya persenjataan, kedua negara Korea
diberikan pelatihan militer dan senantiasa didukung peregerakaannya. Belum
terjadinya reunifikasi Korea dikarenakan kedua negara ini masing-masing ingin
menguasai wilayah Asia Timur. Jika salah satu pihak berhasil mengontor wilayah
ini, maka dimungkinkan akan adanya negara super power yang juga dapat
mengontrol Asia Timur dan dunia.
Usaha
reunifikasi ini telah beberapa kali menjadi agenda senriri. Pembentukan Four Party
Talks, Six Party Talks dan the Trilateral Coordination and Oversight Group
adalah bentuk nyata usaha penyelesaian konflik dan reunifikasi Korea. Namun
cara-cara ini gagal dilakukan dan malah hanya dijadikan ajak promosi kerjasama
oleh Amerika Serikat dan Cina.
4. Berdasarkan
gambar ini, dilihat bahwa kepulauan Spratlys, Paracel, dan Scarborough Soal
adalah tiga bagian yang banyak di klaim oleh negara disekitarnya. Paracel
sendiri di klaim oleh negara China, Taiwan, dan Vietnam. Scarborough Soal
diklaim oleh China dan Filipina. Spratlys diklaim oleh Brunei, Filipina,
Vietnam, dan Malaysia.
Klaim
atas ketiga kepulauan tersebut banyak didasarkan pada UNCLOS. Permasalahan ini
terus berkembang karena klaim yang diberikan dapat terlihat jelas kalau China
sebenarnya memang tidak memenuhi bukti bahwa kepulauan tersebut adalah bagian
dari daerahnya. Taiwan dan Vietnam secara tegas menyatakan bahwa Kepulauan
Paracel dan Spratlys bukan merupakan daerah kedaulatan negara China karena
sebelum tahun 1940 China tidak mengklaim wilayah kedaulatan tersebut, dan
sebelumnya, pada abad ke-17, Vietnam lebih dahulu mengklaim wilayah Paracel dan
Spratly sebagai wilayah kedaulatan negaranya.
Penyelesaian
sengketa L(C)S ini sudah diupayakan sejak lama. China sendiri selalu
mengusulkan adanya penyelesaian secara bilateral. Namun saran ini ditolak oleh
negara-negara yang bersengketa karena dianggap penyelesaian bilateral hanya
akan menguntungkan China, mengingat China sebagai super power di dunia,
terutama di kawasan Asia Timur. Alhasil, negara-negara yang bersengketa
berusaha menyelesaikan permasalahan ini melalui badan Arbitrase Internasional.
Keputusan yang diambil arbitrase adalah penolakan klaim China atas ketiga
kepulauan tersebut. namun Badan Arbitrase Internasional masih memberikan
kesempatan pada China untuk memberikan bukti-bukti nyata yang dapat menunjukkan
bukti klaim atas ketiga wilayah tersebut.
Referensi
Best,
Antony. 2005. The International History of East Asia, 1900-1968: Trade,
Ideology and the Quest for Order. Routledge.
Emers, Ralf. 2009. Geopolitics and Marritime
Territorial Dispute In East Asia. Roud;edge.
Huang, Jing, Andrew Billo. 2015. Territorial
Disputes in the South China Sea. New York: Palgrave MacMillan.
Park, Kyung-Ae. 2010. New Challenges of
North Korean Foreign Policy. New York: Palgrave MacMillan.
Shambaugh, David, Michael Yahuda. 2008. International
Relations of Asia. Plymouth: Rowman & Littlefield.
Bbc.co.uk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar