MARXISM
Pemikiran
ini menganggap struktur sosial(kelas), ekonomi, dan pekerja sebagai satu hal
yang given. Namun pemikiran ini tetap memiliki tujuan yang sangat baik.
Pandangan ini ingin meniadakan kesenjangan kelas dengan mengharapkan adanya
kelonggaran kapitalism. Kapitalism sendiri dibahas sebagai sistem pengumpulan
kapital yang dilakukan oleh pemilik saham. Ada pun kelemahan sistem kapitalis
adalah produksi barang yang dilakukan oleh kaum proletar membuat produksi
barang yang ada di pasar menjadi produk yang
meningkatkan ‘prestige’. Karena terjadinya perubahan sifat barang ini,
kaum proletar dihadapkan pada hasil produksinya sendiri yang mahal dan membuat
kaum proletar semakin menderita. Pemikiran marxisme melihat bahwa adanya kelas
merupakan salah satu cara untuk merubah relasi dan power yang ada. Jalan keluar
yang ditawarkan oleh marxisme adalah menyadari power pekerja dalam sistem
produksi. Didalam pandangan marxism, budaya merupakan penghasil dan merupakan
hasil dari struktur sosial; serta pembentuk dan hasil bentukan sejarah.
Dari
pandangan ini, kami berpikir bahwa tidak akan mungkin ada persamaan kelas. Hal
ini dikarenakan sikap manusialah yang dasarnya selalu membedakan. Namun
resolusi atas persamaan kelas proletar dan kelas borjuis juga kami rasa
merupakan sesuatu yang tidak mungkin karena akan selalu ada pemilik faktor
produksi dan juga pekerja, maka akan selalu ada kelas-kelas. Selain itu, jika
terjadi evolusi pada kaum proletar, kemungkinan terjadi kemunduran kaum borjuis
juga sangat mungkin. Namun kami menyetujui pendapat marxisme mengenai budaya.
STRUKTURALISM
Perspektif
ini adalah perspektif yang tidak menyetujui pandangan empiris atas pengetahuan,
namun mengatakan bahwa pengetahuan dibentuk karena konstruk sosial yang
terbentuk melalui sejarah. Budaya dianggap sebagai pengantar pada pembentukan
konstruksi sosial. Namun, budaya juga merupakan ekspresi dari bentuk konstruk
sosial itu sendiri.
Jika
perspektif ini tidak menyetujui pandangan empiris, lalu dengan cara apakah kami
harus memandang satu hal, itu yang kami bingungkan. Kami sangat setuju mengenai
pendapat bahwa budaya adalah konstruksi sosial, hal ini karena budaya merupakan
bahasan atas hampir segalanya, sedangkan segalanya adalah konstruk sosial, maka
budaya adalah konstruksi sosial.
Pada
bahasan kita berikutnya, kita akan sering menemui adanya tambahan kata depan
“post”. Kata ini sendiri memiliki pemaknaan pasca, setelah, dan perubahan. Jika
kita lihat lagi, perubahan yang ada di tiap pandangan di bawah ini terjadi
dengan menyadari dan menyetujui konsep anti-essentialism dan ingin
mendekonstruksi pemikiran yang bisa dibilang lebih tua.
POST-STRUKTURALISM
Pemikiran
ini mendekonstruksi struktur yang terbentuk dan dianggap tetap. Struktur yang
terbentuk dianggap hanyalah representasi dari tanda yang ‘di-amini’ karena
adanya power yang terlibat didalamnya. Pembentukan struktur itu sendiri ada
karena adanya pengetahuan yang digadang-gadang menjadi foundation atas pemaknaan struktur itu sendiri. Karena itu,
pemikiran seiringan dengan budaya yang menolak adanya efek biner dan kelas.
Jika
pemikiran ini bertujuan untuk mendekonstruksi ide yang mapan, maka kami rasa
pemikiran ini juga tidak perlu merasa sakit hati jika kami merasa pemikiran ini
hanyalah omongan lalu yang seharusnya tidak perlu mengharapkan pembacanya
berpikir untuk terkonstruk atas gagasan-gagasan absolut mereka.
POS-FEMINISME
Posfeminisme berpotensi mengarah pada dua hal yang
bersifat kontradiksi, di satu sisi bahwa paradigma ini hendak memperbaiki dan
memodifikasi kekurangan dan lemahnya tingkat completeness feminisme secara teoritis dan pragmatis hingga menjadi
suatu paradigma yang relevan bagi kaum perempuan dan disatu sisi lain,
posfeminisme menghantam feminisme secara radikal yang mendistorsi gerakan
feminisme. Bagi
kaum feminism, budaya dipandang sebagai pendongkrak pandangan yang memihak pada
pria.
Sepertinya
gerakan kaum feminis perlu duduk rembuk bersama untuk menentukan arah pandangan
mereka supaya pandangan mereka ini tidak dianggap teori mentah yang bahkan
perdebatan didalamnya saja masih belum terpecahkan.
POSKOLONIALISME
Bangsa Barat
telah menempelkan stigma miring atas masyarakat Timur secara prakonsepsi. Di
mana dapat dilihat dalam karya-karya yang bertalian dengan etnologi,
antropologi, dan linguistik pada abad 19 dan awal abad 20. Salah satu hal yang
cukup jelas distorsi dapat ditemukan dalam penelusuran oleh Syed Hussein
Alatas, dengan mendeskripsikan penilaian kaum kolonialisme Inggris yang
menganggap masyarakat Melayu sebagai seorang pemalas, yang didukung oleh
penelitian-penelitian oleh ilmuwan dari bangsa Inggris. Selain itu, Frantz
Fanon juga berargumen bahwa bangsa Barat telah mengkonsepsikan integrasi kulit
putih dan kulit hitam yang tidak mempunyai pilar yang valid. Hal ini juga
didukung oleh Barthes dengan mitos yang dibangun oleh bangsa-bangsa Barat
(khususnya Prancis) dengan cara mengkonsepsikan nasionalisme tentara-tentara
kulit hitam yang telah di naturalisasi menjadi warga negara Prancis. Atas
berbagai upaya Barat yang mendistorsi masyarakat Barat dan integrasi yang
palsu.
Jika memang
sebagian besar penilaian Barat merupakan prakonsepsi, maka tidak adakah
penilaian Barat atas masyarakat Timur yang benar-benar netral yang bebas dari
distorsi. Untuk itu, terdapat penolakan besar anggapan poskolonialisme
tersebut.Lagipula terdapat upaya non-hypocrisy
Barat yang hendak memajukan peradaban bangsa Timur.
POSMODERNISME:
Analisis besar
dari posmodernisme adalah penolakan atas grand
narrativeatau hal-hal yang bersifat universal. Dengan kata lain
posmodernisme menolak sesuatu hal yang final di mana tidak dapat terbagi
menjadi unsur-unsur yang lain. Oleh karena itu, posmodernisme mempunyai
preferensi untuk menjadikan suatu ‘bangunan’ yang terdiri atas berbagai unsur
yang sederajat tanpa ada penghilangan secara paksa, dan pengakuan unsur secara
paksa pula. Artinya, posmodernisme mengarah pada suatu bangunan yang bersifat
pluralisme.
Posmodernisme
juga teraplikasi pada berbagai elemen yang tidak hanya pada sisi abstrak,
tetapi dapat termanifestasi dalam sisi material yang diantara alternatifnya
dapat berupa arsitektur, lukisan, film, sastra, acara televisi, musik, desain,
gaya hidup serta sebagainya. Di mana jika diambil garis besar memiliki sifat
kontras dengan bentuk-bentuk mainstream, salah satunya ialah bentuk arsitektur
yang cenderung asimetris dengan tidak mengikuti kaidah-kaidah arsistektural
konvensional. Tidak diragukan maksud dari posmodern ialah membawa pada
pencerahan bahwasanya terdapat hal-hal lain yang melampaui batas-batas
konvensional. Secara berkesinambungan posmodernisme dapat berpotensi membawa manusia
untuk lebih sadar secara ontologis, dengan mengetahui hakikat sesungguhnya atas
diri mereka dan lingkungan sekitar.
Tetapi
posmodernisme tidak memberikan panduan-panduan teknis yang konsisten untuk
mendatangkan gelombang pencerahan atas diri manusia. Hal ini dapat melahirkan
suatu nihilisme yang hanya menjadi bayang-bayang kebingungan atas diri manusia,
karena mereka dihadapkan oleh kekusutan dari posmodernisme. Oleh sebab itu,
posmodernisme perlu mengkonsepsikan sebuah pemikiran yang lebih jelas untuk
menghindari nihilisme tersebut.
POST-MARXISM
Pemikiran
ini menambahkan ide dari postrukturalism yang menolak adanya pemisahan
kategorisasi dan power. Bagi perspektif ini, kelas dianggap hanyalah fenomena
pemisahan, bukannya struktur pasti dan determinasi satu oposisi kategori. Dan
kemudian diartikan bahwa tidak ada standar absolut dari
legitimasi(anti-essentialism). Pemikiran ini tidak mencoba untuk menyelesaikan
permasalahan kelas yang ada karena pemisahan kelas memang tidak dapat
diselesaikan. Pemisahan kelas ini mungkin menimbulkan keadaan ekonomi yang sama
tetapi tidak secara otomatis membentuk kesatuan kelas.
CRITICAL THEORY
Critical
theory adalah pemikiran yang muncul dari pemikir Jerman yang dibawa ke
Amerika melalui persebaran Nazi. Seperti yang dilakukan post-marxisme,
pemikiran ini juga tidak menyetujui pemikiran marxisme atas penggambaran
tatanan sosial. namun terkadang pemikiran ini tidak hanya tidak menyutujui,
namun juga tetap memakai pemikiran yang ada seperti juga tidak menyetujui
kapitalism seperti yang dilakukan marxisme.
PEMIKIR-PEMIKIR
UTAMA CULTURAL STUDIES.
1.
Mattew
Arnold
Mattew
Arnold dalam bukunya yang berjudul culture and anarchy. Mattew menjelaskan
mengenai studi budaya yang meliputi apa itu budaya serta apa yang bisa kita
dapatkan dalam mempelajari studi budaya. Mattew mengatakan bahwa budaya
merupakan pembelajaran mengenai arti dari sebuah kesempurnaan. Mattew juga
berasumsi bahwa budaya mempelajari moral serta bagaimana seseorang termortivasi
berperilaku baik, budaya merupakan sebuah bantuan yang yang sangat diperlukan
hampir seluruh kalangan masyarakat., Ada pendapat mattew yang sedikit
kontradiksi dengan asumsinya, menurut mattew studi budaya merupakan kehendak
Tuhan. Apabila studi budaya merupakan kehendak tuhan, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa studi budaya bersifat mutlak dan terjadi dengan sendirinya
serta tidak dapat diubah. Sedangkan, pendapat mattew yang lain secara tersirat
bahwa budaya merupakan suatu pembvelajaran yag mengikuti perkembangan zaman dan
bersifat dinamis.
Budaya
tidak memiliki identitas yang pasti. Budaya dapat membuka pikiran seseorang
dalam memandang suatu hal dalam menambah pengetahuan dan mengejar kesempurnaan.
Studi budaya mengandung dua hal yang meliputi materialism dan utilitiarisme. Materialism
bearti segala bentuk budaya yang memiliki bentuk atau fisik, sedangkan
utilitiarism berarti budaya dengan bentuk yang abstrak (lebih ke arah bagaimana
kegunaan budaya dalam segala hal).
2.
Cultural
Studies Reader, Simon During
Dalam
buku Cultural Studies Reader chapter 11, J. Francois Lyotard mengartikan
tentang post modernism. Dia menuliskan bahwa ada 3 dasar hidup di era post
modernism, yaitu:
·
The
ideas of progress, karena moderenitas yang kebaratan tidak lagi dapat diterima,
keadaan ersebut dikarenakan sifat kebudayaan barat yang monoton.
·
Tidak
selamanya “high” culture memiliki value yang lebih daripada “low” culture dan pop culture.
·
Susah
untuk membedakan yang “asli” dan yang “tiruan”, apabila tekhnologi telah
memiliki banyak pengaruh di dalamnya.
J.
francois Lyotard mengatakan bahwa postmodern tidak mengikuti perkembangan
zaman, sedangkan perkembangan zaman mengandung hal-hal yang menyangkut mengenai
postmodern. Ada banyak perdebatan tentang posmodernisme. Misalnya perdebatan
dalam modern movement dalam hal
arsiketkur. Gaya arsitektur dalam suatu era memiliki cirri khas yang berbeda,
bergantung dari sosial historical yang ada di dalam lingkungannya.
Anggota:









Referensi
·
Barker,
Chris. 2004. The Sage Dictionary of
Cultural Studies. Sage Publication
·
Best, S., & Kellner, D. (1991). Postmodern Theory: Critical
Interrogations. London: Macmillan.
·
Campbell,
Nell. 1998. -American Cultural Studies_ An Introduction to American Culture
·
Fanon, F.
(2008). Black Skin White Mask. London: Pluto Press.
·
Gamble, S. (Ed.). (2006). The Routledge Companion to
Feminism and Postfeminism. New York: Routledge.
·
Grossberg,
Lawrence. 2010. Cultural Studies in the
Future Tense. Duke University Press.
·
Hall, E. J., & Salupo, M. R. (2003). The Myth of
Postfeminism. Gender and Society, 878-902.
·
Walton, David.
2007. Introducing Cultural Studies: Learn Through Practice. Sage Publication.
·
Weedon,
Christ. 2004. Identity and Culture:Narratives of Difference and Belonging
Tidak ada komentar:
Posting Komentar