Kamis, 16 Maret 2017

KBG dan HI?

MARXISM
Pemikiran ini menganggap struktur sosial(kelas), ekonomi, dan pekerja sebagai satu hal yang given. Namun pemikiran ini tetap memiliki tujuan yang sangat baik. Pandangan ini ingin meniadakan kesenjangan kelas dengan mengharapkan adanya kelonggaran kapitalism. Kapitalism sendiri dibahas sebagai sistem pengumpulan kapital yang dilakukan oleh pemilik saham. Ada pun kelemahan sistem kapitalis adalah produksi barang yang dilakukan oleh kaum proletar membuat produksi barang yang ada di pasar menjadi produk yang  meningkatkan ‘prestige’. Karena terjadinya perubahan sifat barang ini, kaum proletar dihadapkan pada hasil produksinya sendiri yang mahal dan membuat kaum proletar semakin menderita. Pemikiran marxisme melihat bahwa adanya kelas merupakan salah satu cara untuk merubah relasi dan power yang ada. Jalan keluar yang ditawarkan oleh marxisme adalah menyadari power pekerja dalam sistem produksi. Didalam pandangan marxism, budaya merupakan penghasil dan merupakan hasil dari struktur sosial; serta pembentuk dan hasil bentukan sejarah.

Dari pandangan ini, kami berpikir bahwa tidak akan mungkin ada persamaan kelas. Hal ini dikarenakan sikap manusialah yang dasarnya selalu membedakan. Namun resolusi atas persamaan kelas proletar dan kelas borjuis juga kami rasa merupakan sesuatu yang tidak mungkin karena akan selalu ada pemilik faktor produksi dan juga pekerja, maka akan selalu ada kelas-kelas. Selain itu, jika terjadi evolusi pada kaum proletar, kemungkinan terjadi kemunduran kaum borjuis juga sangat mungkin. Namun kami menyetujui pendapat marxisme mengenai budaya.

STRUKTURALISM
Perspektif ini adalah perspektif yang tidak menyetujui pandangan empiris atas pengetahuan, namun mengatakan bahwa pengetahuan dibentuk karena konstruk sosial yang terbentuk melalui sejarah. Budaya dianggap sebagai pengantar pada pembentukan konstruksi sosial. Namun, budaya juga merupakan ekspresi dari bentuk konstruk sosial itu sendiri.

Jika perspektif ini tidak menyetujui pandangan empiris, lalu dengan cara apakah kami harus memandang satu hal, itu yang kami bingungkan. Kami sangat setuju mengenai pendapat bahwa budaya adalah konstruksi sosial, hal ini karena budaya merupakan bahasan atas hampir segalanya, sedangkan segalanya adalah konstruk sosial, maka budaya adalah konstruksi sosial.

Pada bahasan kita berikutnya, kita akan sering menemui adanya tambahan kata depan “post”. Kata ini sendiri memiliki pemaknaan pasca, setelah, dan perubahan. Jika kita lihat lagi, perubahan yang ada di tiap pandangan di bawah ini terjadi dengan menyadari dan menyetujui konsep anti-essentialism dan ingin mendekonstruksi pemikiran yang bisa dibilang lebih tua.

POST-STRUKTURALISM
Pemikiran ini mendekonstruksi struktur yang terbentuk dan dianggap tetap. Struktur yang terbentuk dianggap hanyalah representasi dari tanda yang ‘di-amini’ karena adanya power yang terlibat didalamnya. Pembentukan struktur itu sendiri ada karena adanya pengetahuan yang digadang-gadang menjadi foundation atas pemaknaan struktur itu sendiri. Karena itu, pemikiran seiringan dengan budaya yang menolak adanya efek biner dan kelas.

Jika pemikiran ini bertujuan untuk mendekonstruksi ide yang mapan, maka kami rasa pemikiran ini juga tidak perlu merasa sakit hati jika kami merasa pemikiran ini hanyalah omongan lalu yang seharusnya tidak perlu mengharapkan pembacanya berpikir untuk terkonstruk atas gagasan-gagasan absolut mereka.

POS-FEMINISME
Posfeminisme berpotensi mengarah pada dua hal yang bersifat kontradiksi, di satu sisi bahwa paradigma ini hendak memperbaiki dan memodifikasi kekurangan dan lemahnya tingkat completeness feminisme secara teoritis dan pragmatis hingga menjadi suatu paradigma yang relevan bagi kaum perempuan dan disatu sisi lain, posfeminisme menghantam feminisme secara radikal yang mendistorsi gerakan feminisme. Bagi kaum feminism, budaya dipandang sebagai pendongkrak pandangan yang memihak pada pria.

Sepertinya gerakan kaum feminis perlu duduk rembuk bersama untuk menentukan arah pandangan mereka supaya pandangan mereka ini tidak dianggap teori mentah yang bahkan perdebatan didalamnya saja masih belum terpecahkan.

POSKOLONIALISME
Bangsa Barat telah menempelkan stigma miring atas masyarakat Timur secara prakonsepsi. Di mana dapat dilihat dalam karya-karya yang bertalian dengan etnologi, antropologi, dan linguistik pada abad 19 dan awal abad 20. Salah satu hal yang cukup jelas distorsi dapat ditemukan dalam penelusuran oleh Syed Hussein Alatas, dengan mendeskripsikan penilaian kaum kolonialisme Inggris yang menganggap masyarakat Melayu sebagai seorang pemalas, yang didukung oleh penelitian-penelitian oleh ilmuwan dari bangsa Inggris. Selain itu, Frantz Fanon juga berargumen bahwa bangsa Barat telah mengkonsepsikan integrasi kulit putih dan kulit hitam yang tidak mempunyai pilar yang valid. Hal ini juga didukung oleh Barthes dengan mitos yang dibangun oleh bangsa-bangsa Barat (khususnya Prancis) dengan cara mengkonsepsikan nasionalisme tentara-tentara kulit hitam yang telah di naturalisasi menjadi warga negara Prancis. Atas berbagai upaya Barat yang mendistorsi masyarakat Barat dan integrasi yang palsu.

Jika memang sebagian besar penilaian Barat merupakan prakonsepsi, maka tidak adakah penilaian Barat atas masyarakat Timur yang benar-benar netral yang bebas dari distorsi. Untuk itu, terdapat penolakan besar anggapan poskolonialisme tersebut.Lagipula terdapat upaya non-hypocrisy Barat yang hendak memajukan peradaban bangsa Timur.

POSMODERNISME:
Analisis besar dari posmodernisme adalah penolakan atas grand narrativeatau hal-hal yang bersifat universal. Dengan kata lain posmodernisme menolak sesuatu hal yang final di mana tidak dapat terbagi menjadi unsur-unsur yang lain. Oleh karena itu, posmodernisme mempunyai preferensi untuk menjadikan suatu ‘bangunan’ yang terdiri atas berbagai unsur yang sederajat tanpa ada penghilangan secara paksa, dan pengakuan unsur secara paksa pula. Artinya, posmodernisme mengarah pada suatu bangunan yang bersifat pluralisme.

Posmodernisme juga teraplikasi pada berbagai elemen yang tidak hanya pada sisi abstrak, tetapi dapat termanifestasi dalam sisi material yang diantara alternatifnya dapat berupa arsitektur, lukisan, film, sastra, acara televisi, musik, desain, gaya hidup serta sebagainya. Di mana jika diambil garis besar memiliki sifat kontras dengan bentuk-bentuk mainstream, salah satunya ialah bentuk arsitektur yang cenderung asimetris dengan tidak mengikuti kaidah-kaidah arsistektural konvensional. Tidak diragukan maksud dari posmodern ialah membawa pada pencerahan bahwasanya terdapat hal-hal lain yang melampaui batas-batas konvensional. Secara berkesinambungan posmodernisme dapat berpotensi membawa manusia untuk lebih sadar secara ontologis, dengan mengetahui hakikat sesungguhnya atas diri mereka dan lingkungan sekitar.

Tetapi posmodernisme tidak memberikan panduan-panduan teknis yang konsisten untuk mendatangkan gelombang pencerahan atas diri manusia. Hal ini dapat melahirkan suatu nihilisme yang hanya menjadi bayang-bayang kebingungan atas diri manusia, karena mereka dihadapkan oleh kekusutan dari posmodernisme. Oleh sebab itu, posmodernisme perlu mengkonsepsikan sebuah pemikiran yang lebih jelas untuk menghindari nihilisme tersebut.

POST-MARXISM
Pemikiran ini menambahkan ide dari postrukturalism yang menolak adanya pemisahan kategorisasi dan power. Bagi perspektif ini, kelas dianggap hanyalah fenomena pemisahan, bukannya struktur pasti dan determinasi satu oposisi kategori. Dan kemudian diartikan bahwa tidak ada standar absolut dari legitimasi(anti-essentialism). Pemikiran ini tidak mencoba untuk menyelesaikan permasalahan kelas yang ada karena pemisahan kelas memang tidak dapat diselesaikan. Pemisahan kelas ini mungkin menimbulkan keadaan ekonomi yang sama tetapi tidak secara otomatis membentuk kesatuan kelas.

CRITICAL THEORY
 Critical theory adalah pemikiran yang muncul dari pemikir Jerman yang dibawa ke Amerika melalui persebaran Nazi. Seperti yang dilakukan post-marxisme, pemikiran ini juga tidak menyetujui pemikiran marxisme atas penggambaran tatanan sosial. namun terkadang pemikiran ini tidak hanya tidak menyutujui, namun juga tetap memakai pemikiran yang ada seperti juga tidak menyetujui kapitalism seperti yang dilakukan marxisme.



PEMIKIR-PEMIKIR UTAMA CULTURAL STUDIES.

1.      Mattew Arnold
Mattew Arnold dalam bukunya yang berjudul culture and anarchy. Mattew menjelaskan mengenai studi budaya yang meliputi apa itu budaya serta apa yang bisa kita dapatkan dalam mempelajari studi budaya. Mattew mengatakan bahwa budaya merupakan pembelajaran mengenai arti dari sebuah kesempurnaan. Mattew juga berasumsi bahwa budaya mempelajari moral serta bagaimana seseorang termortivasi berperilaku baik, budaya merupakan sebuah bantuan yang yang sangat diperlukan hampir seluruh kalangan masyarakat., Ada pendapat mattew yang sedikit kontradiksi dengan asumsinya, menurut mattew studi budaya merupakan kehendak Tuhan. Apabila studi budaya merupakan kehendak tuhan, maka kita dapat menyimpulkan bahwa studi budaya bersifat mutlak dan terjadi dengan sendirinya serta tidak dapat diubah. Sedangkan, pendapat mattew yang lain secara tersirat bahwa budaya merupakan suatu pembvelajaran yag mengikuti perkembangan zaman dan bersifat dinamis.
Budaya tidak memiliki identitas yang pasti. Budaya dapat membuka pikiran seseorang dalam memandang suatu hal dalam menambah pengetahuan dan mengejar kesempurnaan. Studi budaya mengandung dua hal yang meliputi materialism dan utilitiarisme. Materialism bearti segala bentuk budaya yang memiliki bentuk atau fisik, sedangkan utilitiarism berarti budaya dengan bentuk yang abstrak (lebih ke arah bagaimana kegunaan budaya dalam segala hal).

2.      Cultural Studies Reader, Simon During
Dalam buku Cultural Studies Reader chapter 11, J. Francois Lyotard mengartikan tentang post modernism. Dia menuliskan bahwa ada 3 dasar hidup di era post modernism, yaitu:
·         The ideas of progress, karena moderenitas yang kebaratan tidak lagi dapat diterima, keadaan ersebut dikarenakan sifat kebudayaan barat yang monoton.
·         Tidak selamanya “high” culture memiliki value yang lebih daripada “low” culture dan pop culture.
·         Susah untuk membedakan yang “asli” dan yang “tiruan”, apabila tekhnologi telah memiliki banyak pengaruh di dalamnya.
J. francois Lyotard mengatakan bahwa postmodern tidak mengikuti perkembangan zaman, sedangkan perkembangan zaman mengandung hal-hal yang menyangkut mengenai postmodern. Ada banyak perdebatan tentang posmodernisme. Misalnya perdebatan dalam modern movement dalam hal arsiketkur. Gaya arsitektur dalam suatu era memiliki cirri khas yang berbeda, bergantung dari sosial historical yang ada di dalam lingkungannya. 



Anggota:
*      Aditya Pratama
*      Anika Ayu P.
*      Biyess Nurul A.
*      Claudy Yudika
*      Mariah Ramandisya
*      Puspa Puspita
*      Rima Rachmatika
*      Rina Junita S.
*      Theresia Cassandra S.V

Referensi
·         Barker, Chris. 2004. The Sage Dictionary of Cultural Studies. Sage Publication
·         Best, S., & Kellner, D. (1991). Postmodern Theory: Critical Interrogations. London: Macmillan.
·          Campbell, Nell. 1998. -American Cultural Studies_ An Introduction to American Culture
·         Fanon, F. (2008). Black Skin White Mask. London: Pluto Press.
·         Gamble, S. (Ed.). (2006). The Routledge Companion to Feminism and Postfeminism. New York: Routledge.
·         Grossberg, Lawrence. 2010. Cultural Studies in the Future Tense. Duke University Press.
·         Hall, E. J., & Salupo, M. R. (2003). The Myth of Postfeminism. Gender and Society, 878-902.
·         Walton, David. 2007. Introducing Cultural Studies: Learn Through Practice. Sage Publication.

·         Weedon, Christ. 2004. Identity and Culture:Narratives of Difference and Belonging 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar