Kamis, 16 Maret 2017

INKONSISTENSI PANDANGAN FEMINISM MENYEBABKAN GERAKAN FEMINISM GAGAL

INKONSISTENSI PANDANGAN FEMINISM MENYEBABKAN GERAKAN FEMINISM GAGAL
Theresia Cassandra
Anika Ayu Puspita
Biyes Nurul
Puspa Puspita
Claudy Yudika
Pendahuluan
Isu perendahan gender sudah menjadi hal yang biasa saja dalam kehidupan masyarakat di dunia. Kekerasan pada wanita sangat sering terjadi karena feminin selalu ditempelkan pada jenis sexualitas wanita. Kedudukan wanita yang dikategorikan kedalam gender feminism menyebabkan budaya patriarki di masyarakat. Dalam budaya patriarki sendiri, peran pria yang diberikan label maskulin selalu lebih ditinggikan, baik dalam proses perumusan kebijakan maupun pemberian insentif atau upah kerja. Dalam pemberian upah kerja juga, lelaki mendapatkan upah yang jauh lebih tinggi dibanding pendapatan wanita walaupun waktu kerja wanita tidak jarang jauh lebih lama dibanding waktu kerja pria. Perbedaan upah kerja wanita dan jumlah pekerja wanita dikatakan mempengaruhi pendapatan atau kemajuan perekonomian negara. Para penggerak feminis sendiri juga mendukung adanya kesetaraan gender dengan alasan semakin wanita dilibatkan dalam sistem pengambilan keputusan dan perekonomian, hal tersebut akan menjadi perbaikan perekonomian negara.[1] Namun menurut kami, ada atau tidak adanya pekerja wanita tidak memengaruhi kesejahteraan negara. Adanya inkonsistensi wanita terhadap pemilihan pekerjaan serta tidak adanya pengaruh besar wanita terhadap pertumbuhan perekonomian ini yang menyebabkan terus adanya sistem patriarki dan gagalnya pandangan feminisme.



Pembahasan
Kesamaan peran gender yang digaungkan oleh kaum feminis telah dilakukan sejak lama, dan sejauh ini hasilnya sudah dapat dirasakan oleh generasi muda dengan mudahnya akses pada pendidikan, pekerjaan, dan kedudukan sosial. Namun tuntutan atas kesamaan peran gender terus digaungkan oleh wanita dan peggerak-penggerak feminis. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan feminisme belum berhasil dalam mencapai persamaan peran gender. Sifat alamiah wanita yang ditelpelkan dengan feminin menjadi alasan kegagalan gerakan feminism itu sendiri. Hal tersebut tidak lain karena adanya inkonsistensi pada wanita. Adapun inkonsistensi itu dapat kita lihat melalui tiga jenis inkonsistensi, yaitu: inkonsistensi keputusan, inkonsistensi pemilihan pekerjaan, dan inkonsistensi tuntutan. Ketiga jenis inkonsistensi itu membuat peran wanita yang memang tidak terlalu menonjol dalam bidang yang tidak abstrak seperti pertumbuhan ekonomi semakin tenggelam
Inkonsistensi keputusan, dari inkonsistensi pemilihan pekerjaan menyebabkan keputusan yang diambil oleh wanita juga perlu dipertanyakan. Inkonsistensi keputusan pemilihan pekerjaan sendiri menyebabkan munculnya pembayaran upah kerja wanita lebih rendah didandingkan upah kerja pria. Hal ini dikarenakan adanya resiko dan cost yang lebih besar jika merekrut pekerja wanita.[2] Tidak hanya disitu, adanya inkonsistensi keputusan atas pekerjaan yang diambil membuat wanita tidak jarang tidak diupah dengan alasan waktu kerja yang dilakukan adalah sistem percobaan bagi pekerja wanita, sejauh ini diketahui 271 menit dari 487 menit waktu kerja yang dilakukan wanita tidak diupah.[3]


Grafik waktu kerja yang tidak dibayar.
  Inkonsistensi pemilihan pekerjaan oleh wanita yang menyebabkan pekerja wanita tidak mengubah kondisi perekonomian secara signifikan. Hal ini bisa kita lihat dengan pendapatan negara yang tidak terpengaruh dengan adanya penyamaan kesempatan kerja bagi wanita. Diketahui bahwa pertumbuhan perekonomian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu sumber daya manusia, sumber daya modal (investasi), dan penggunaan teknologi.[4] Sumber daya manusia sendiri adalah bisa disubtitusinya sumber daya manusia, antara wanita dan pria. Adapun proses subtitusi kami rasa tidak dapat dilakukan karena tidak konsistennya wanita dalam memberikan pendapat. Inkonsistensi pendapat wanita ini dapat kita temukan dapam pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh kaum feminis itu sendiri. Adanya inkonsistensi pendapat oleh wanita ini membuat tidak adanya pengaruh wanita terhadap aspek sosial, terutama pada aspek ekonomi. Tidak adanya perubahan pada sistem dan perubahan yang kentara pada peran pertumbuhan perekonomian menyebabkan budaya patriarki atau perendahan peran gender feminin tidak dapat dihilangkan.



Tabel hasil regresi
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
Durbin-Watson
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,034a
,001
-,003
1,48337
,001
,250
1
218
,237
1,818
a. Predictors: (Constant), GDP
b. Dependent Variable: LABOR
Diketahui dari grafik diatas bahwa pertumbuhan perekonomian tidak berhubungan dengan kesetaraan kesempatan untuk bekerja yang diberikan kepada wanita (R Square 0,001). Tidak dipungkiri, subtitusi atas pekerja pria dengan wanita pun tidak dapat dilakukan, terutama juga dikarenakan adanya rasa ketergantungan wanita (terlebih wanita dengan status telah menikah) kepada pria seperti yang disebutkan oleh Gilman atas status feme sole.[5]Sebagai argumen pendukung yang kelompok kami temukan, wanita  hanya menyatakan tuntutan atas kesamaan gender tanpa memikirkan seberapa besar takaran “kesamaan” yang dituntut. Wanita sendiri tetap melakukan pemisahan pada kemampuan dan pembatasan atas pekerjaan yang dilakukan, secara jelas saja, jika ada pilihan atas pemberian pekerjaan pada wanita, wanita lebih memilih untuk menganggur dibandingkan melakukan pekerjaan kasar seperti menjadi pekerja bangunan.
Inkonsistensi tuntutan, kami menemukan bahwa kritik yang diajukan kaum feminis tidak konsisten, hal ini dapat kita lihat dari permintaan feminism untuk menyetarakan peran gender. Peran gender dalam pandangan kaum feminis adalah kesamaan kesempatan, sedangkan kesamaan gender sendiri lebih ditujukan pada kebiasaan sexualitas itu sendiri.[6] Adapun kebiasaan feminin sendiri banyak disangkut pautkan degan pemberian sexual itu sendiri. Dikatakan perempuan akan lebih sesnsitif serta kurang rasional dalam mengambil keputusan, dan jika kebiasaan wanita seperti ini dijadikan alasan menuntut kesamaan, batu pun dapat melakukannya.[7] Karena itu, pria sebagai mahluk yang dianggap lebih rasinal lebih ditinggikan dalam posisi pengambilan keputusan dan struktur masyarakat.
Jika dikatakan bahwa wanita membawa perubahan pada sistem sosial, kamis setuju dengan hal itu, namun perubahan pada sistem sosial adalah abstrak sehingga tidak memberikan perubahan apa pun pada pandangan perendahan gender feminis. Keterlibatan wanita dalam pengambilan keputusan akan membuat kebijakan akan lebih berpihak pada wanita.[8] Namun mengingat kebiasaan wanita yang mengedepankan perasaan dibandingkan rasionalitas sult dipercaya dalam pengambilan keputusan, yang akhirnya menyebabkan sistem pembentukan politik pada negara-negara lebih sering ditentukan oleh seorang negarawan yang berjenis kelamin laki-laki sehingga hubungan antar negaranya pun secara otomatis dilihat dari kacamata maskulin.
Inkonsistensi tuntutan ini lebih jauh lagi dikaitkan dengan inkonsistensi tuntutan para penggerak femminism. Tuntutan yang diajukan kaum feminis sendiri memiliki tuntutan yang berbeda berdasarkan pendekatan teoritis yang digunakan, yaitu liberal feminism, marxism feminism, dan radikal feminism.[9] Dari ketiga pendekatan ini saja, ditemukan bahwa tidak ada kesepakatan anatara kaum feminis itu sendiri. Karena tidak adanya kesepakatan ini, mana tuntutan kaum feminism hanya dianggap angin lalu saja. Ditambah lagi bentuk permintanya penyetaraan gender adalah bentuk pengakuan atas ketidaksetaraan gender itu sendiri.[10] Alam menciptakan laki-laki lebih bebas daripada wanita. Wanita itu dirantai oleh banyak belenggu seperti; menstruasi, kehamilan, melahirkan, membesarkan anak dan sebagainya. Jadi selama seks wanita membawa rantai tersebut kemana2, mereka tidak pernah bisa mengklaim untuk menjadi benar-benar sama dengan pria(sex). Tidak heran beberapa feminis menolak untuk menikah demi menghindari penderitaan penaklukan. Ini benar-benar memiliki pengaruh yang kecil, karena laki-laki masih akan memiliki keuntungan atas perempuan bahkan jika tidak ada pernikahan untuk membatasi perempuan. Keuntungan ini akan datang dari prilaku kasar laki-laki terhadap perempuan. kekuatan kasar ini memungkinkan seorang pria untuk melakukan banyak hal wanita tidak bisa lakukan.

Kesimpulan

Tetap mapannya budaya patriarki diseabkan oleh perempuan itu sendiri. Adanya persaman gender yang dituntut oleh wanita justru merupakan bentuk pengakuan atas lebih rendahnya gender, feminis dibanding maskulin. Adanya bentuk pengakuan secara tidak langsung ini diperparah dengan adanya sikap inkonsistensi, yaitu: inkonsistensi keputusan, inkonsistensi pemilihan pekerjaan, dan inkonsistensi tuntutan. Meskipun perubahan yang dibawa wanita dalam bidang sosial atau politis hal itu dianggap abstrak karena tidak ada bentuk nyata secara langsung seperti perubahan pada perekonomian. Pada bidang perekonomian sendiri wanita dianggap sebagai “beban” dan sikap inkonsistensinya itulah yang menyebabkan ketidak-adil-an pada bidang ekonomi.





[1] Dikutip dari jurnal Elizabeth Potter, Crasnow, Sharon, Alison, Baucspies, and Wenda K. 2015 (summer 2015 edition). Feminist perspective on Science. Stanford Encyclopedia of Philosophy. (halaman 18)
[2] Emir, Astra. 2014. Selwyn’s Law of Employment (19th edition). Oxford University Press. (halaman 187)
[4] Idris, Amirudin. 2016. Pengantas: Sumber Daya Manusia. CV Budi Utama. (halaman 5)
[5] Evans, Sara M. Born for Liberty : A History of Women in America, Volume 2, 1994. (halaman 29-30)
[6] Hollinger, David A. dan Charles Capper. 2001. The American Intellectual Traditions. Volume 2, Oxford University Press, New York. (halaman 46)
[7] Dikutip dari Bisong, Peter Bisong, and Samuel Aloysisus Ekanem. Journal American, Journal of Social and Management Science: A critique of Feminism. Calabar-nigeria.
[8] Sorensen, Jackson. 2005. Introduction to International Relation: Theories and Approaches. (halaman 335)
[9] Ibid.
[10] Dikutip dari Bisong, Peter Bisong, and Samuel Aloysisus Ekanem. Journal American, Journal of Social and Management Science: A critique of Feminism. Calabar-nigeria. Ketidaksetaraan ini secara tidak langsung diakui oleh perempuan melalui kritik dan permintaan-permintaan perempuan dari segala bidang juga merupakan bentuk dari pengaakuan bahwa wanita (gender) berada dibawah pria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar