Kamis, 16 Maret 2017

Substaining and Promotting Bali Declaration’s Area on People with Disabilities “Disabilities and Their Right to Improve Their Life” edisi belajar

Substaining and Promotting Bali Declaration’s Area on People with Disabilities
“Disabilities and Their Right to Improve Their Life”
Amalia Rezki Palendra
Theresia Cassandra Saka V

Abstrack

This paper is a study about the disabilities’s right to get a decent work and get the same right in society. We take a data during write this paper, we use qualitative data.  In the real practice, there is no easy way to get a decent work even the globalitation is always coming around us. We can say, its difficult to found a decent work, then we can say country doesnt prepare job vacancy as enough to their society itself, specially to some people with disabilities who has a limitation. And also there are some discriminative from society to Disabilities People even they have same ability like normal people. Keyword of this papper are : Disabilities, Ratification, Decent Work and Indonesia, Human Right and Discrimination.




Latar Belakang
Berbicara mengenai disabilitas, seperti yang kita ketahui adalah golongan masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus. Banyak orang yang berbicara bahwa kebutuhan khusus mereka adalah hal yang disebut keistimewaan, ada juga yang mengatakan itu sebagai suatu kekurangan. Keistimewaan mereka ini banyak dipandang oleh masyarakat umum sebagai keterbatasan atau ketidakmampuan dalam melakukan suatu hal entah dalam pendidikan, pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan, banyak orang yang memandang sebelah mata kepada kaum disabilitas, seperti banyak sekolah yang masih belum menyediakan fasilitas untuk kaum disabilitas. Dalam dunia pekerjaan, sedikit sekali perusahaan yang mau menyediakan tempat untuk mereka bekerja, ini tentu sangat berdampak dengan penghasilan mereka dalam menghidupi kebutuhan mereka. Dalam kegiatan sehari-hari juga, sedikit sekali tempat umum yang menyediakan fasilitas untuk kaum disabilitas itu sendiri, seperti : toilet, eskalator, penyeberangan jalan, dan lain- lain.
Dengan fokus pada Bali Declaration’s Priority Area on People with Disabilities  pada priority area point ke-tiga Environment and Decent Work, dengan tujuan meningkatkan kapasitas pemerintah dalam menggabungkan prinsip-prinsip pekerjaan layak untuk penyandang cacat, mendorong CSR (Corporate Social Responsibility) dalam memberikan kontribusi terhadap kelanjutan sosial-ekonomi, mempromosikan pembentukan jaringan untuk kontribusi terhadap kerja penyandang cacat, mempromosikan program pengembangan keterampilan penyandang cacat, dan memperkuat keterampilan kewirausaan dan membangun kapasitas permpuan, pemuda, orang tua dan penyandang cacat diharapkan dapat terwujud.
Namun pada praktiknya, pemerintah dan perusahaan swasta belum memberikan peluang maksimal dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Hal ini membuat perekonomian kaum disabilitas juga masih terhitung sangat sulit. Hal inilah yang akan kami angkat dalam paper ini.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam paper ini adalah : Mengapa  Bali Declaration Priority’s Areas On People With Disabilities dalam hal pemberian pekerjaan guna membantu memperbaiki taraf hidup kaum disabilitas kurang terealisasikan dengan maksimal di Indonesia?

Tujuan Penelitian
1.             Untuk mengetahui faktor yang menghambat terealisasikannya Bali Declaration Priority’s Areas On People With Disabilities.
2.             Untuk mengetahui solusi agar Bali Declaration Priority’s Areas On People With Disabilities dapat terealisasikan dalam masa percobaan 10 tahun mendatang.
3.             Untuk memberdayakan penyandang disabilitas untuk meningkatkan taraf hidup.



Landasan Teori
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian.  Bab ini membahas tentang landasan teori yang mana pada bab ini kita akan membahas tentang teori-teori  dan konsep yang telah ada tentang ketersediaan lapangan pekerjaan bagi pekerja dengan kebutuhan khusus dan penghilangan perilaku diskriminatif.
Disability dan Difable
Menurut ketentuan umum pada UU No.4 tahun 1997 pasal (1), penyandang disabilitass adalah individu yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental baik secara mental, fisik serta mental dan fisik. Perbedaan dari disabilitas dan difabel sendiri sejatinya seperti tidak bisa dikatakan berbeda. Disabel ditunjukkan untuk orang yang memiliki kemampuan terbatas dan digunakan sebagai bahasa resmi PBB untuk menyebut orang dengan keterbatasan atau kebutuhan khusus, sedangkan difable itu sendiri lebih sering digunakan oleh para pejuang hak-hak orang berkebutuhan khusus di Yogyakarta, Indonesia. Salah satu negara yang menyebut dengan sebutan difabel adalah Singapura.
Disability dan Employment
Ada dua mazhab dalam melihat hubungan antara Disabilitas dan Employment yaitu menurut pandangan ILO (International Labour Organization) dan menurut David Staploeton dan Richard Bauckser dalam bukunya yang berjudul A Policy Puzzle.
Universal Declaration yang telah disahkan pada 10 Desember 1948 dengan jelas menyebutkan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama. Seperti yang kita lihat dalam pendapat ILO yang mencantumkan pasal pada tentang hak asasi manusia:
Pasal 2 menyatakan bahwa. Setiap orang berhak atas semua hak-hak dan kebebasan yang dinyatakan didalam Deklarasi, tanpa adanya pembedaan dalam bentuk apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik dan lainnya, kewarganegaraan atau asal usul sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.[1]

Tetapi di lain pihak, ada yang menyatakan bahwa pemberian pekerjaan dianggap sebagai penghambat bagi masyarkat normal untuk mendapatkan pekerjaan. Seperti yang dilansir dalam buku A Policy Puzzle: “with some calling on the federal government to end its financial support for disseminating employment estimates for people with disabilities using currently available data” (David Stapleton and Richard Bauckser 2003:1)
Jelas Universal Declaration dengan tepat menetapkan bahwa semua orang memiliki hak yang sama. Jika pendapat ke-dua menyatakan bahwa pemberian lapangan pekerjaan akan menghambat para pekerja normal untuk mendapatkan pekerjaan, maka pendapat ini bisa di salahkan karena berkurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan dapat disebabkan oleh banyak hal seperti: pendidikan yang rendah,  kemampuan individu, dan perubahan karakteristik kerja.
Faktor pendidikan yang rendah maksudnya, bahwa banyak para penyandang disabilitas yang memiliki pendidikan lebih tinggi dan tidak kalah dengan masyarakat normal. Contohnya adalah Bapak Slamet Amex Thohari yang merupakan seorang disabilitas, namun ia berhasil membuktikan kepada masyarakat bahwa ia mampu mendapatkan kedudukan yang sama dalam limgkungan masyarakat, karena dia sendiri sekarang adalah seorang dosen dan mengabdikan diri pada pusat studi disabilitas di Universitas Brawijaya. Kemampuan individu, usaha keras seseorang dalam berlatih dapat berpengaruh pada kinerja seseorang.
Dalam mencari pekerja, banyak perusahaan yang juga menilai lewat kinerja mereka. Orang yang memiliki kebutuhan khusus harus melatih kemampuan untuk melakukan suatu hal lebih banyak dari masyarakat normal. Hal ini menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk menerima penyandang disabilitas. Perubahan karakteristik kerja, sistem kerja saat ini banyak membagi banyak pekerjaan dan pekerja menjadi spesialisasi kerja membuat kaum disabilitas menjadi sangat sulit dalam mengerti untuk mengerjakan suatu hal, tetapi akan beda halnya jika mereka diberikan satu bidang untuk ditekuni, mereka akan sangat sabar dan  teliti untuk melakukan satu hal tersebut. Namun dijaman sekarang ini untuk para penyandang disabilitas diperlukan adanya perhatian pemerintah untuk menghapuskan diskriminatif terhadap kaum disabilitas karena pada dasarnya perilaku diskriminatif  lah yang menjadi masalah bagi kaum disabilitas saat ini untuk meningkatkan taraf hidupnya, ditolak dimanapun berada karena keterbatasan membuat mereka susah untuk mendapatkan hidup yang layak dalam berbagai bidang aspek kehidupan, dengan pokok permasalahan seperti itu sudah jelas jika penyandang disabilitas akan hidup dibawah garis kemiskinan karena tidak adanya jaminan khusus bahwa mereka dapat diterima dan tidak diperlakukan diskriminatif.

Metodologi Penelitian
Kami menggunakan metode penelitian kualitatif.  Metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan disabilitas tentang  pekerjaan yang layak untuk meningkatkan taraf hidup. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-data yang didapatkan dengan observasi tidak langsung, dengan sumber dari buku maupun media cetak dan online.
Hasil Penelitian
1.      Faktor yang membuat  Bali Declaration’s Priority Areas On People With Disabilities kurang terealisasi dalam hal pemberian pekerjaan yang layak  antara lain:
a.       Undang-Undang dan anggaran.
Pada Universal Declaration of Human Rights sudah tercantum tentang pekerjaan bagi para penyandang disabilitas. Ada pun hal tersebut terdapat pada pasal 2 tentang kebebasan yang sama semua individu dan pasal 23(1), (2), (3) tentang hak untuk bekerja bagi semua orang (ILO 2003:4). Di Indonesia sendiri sudah ada UU No.4 tahun 1997 tentang peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Undang-undang ini dibuat untuk menjamin kehidupan kaum disabilitas.

Dengan peraturan pelaksanaanya yaitu Peraturan Pemerintah No.43/1998 (Upaya untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas) seharusnya pelaksanaannya sudah dapat dirasakan pada saat ini. menurut kami, hal ini belum cukup untuk merealisasikan Undang-Undang ini dikarenakan tidak ada hukuman jelas pada lembaga yang tidak menjalankan atau seberapa banyak suatu lembaga harus memperkerjakan para penyandang disabilitas. Terbukti dari bagaimana mereka mendapatkan penghasilan untuk biaya kebutuhan mereka sehari-hari, banyak dari mereka yang masih menggantungkan hidup mereka dengan meenjadi pengemis, menjadikan kekurangan mereka sebagai tameng agar banyak orang yang simpati kepada mereka. Jika kita lihat, mereka seharusnya masih bisa untuk menaikkan penghasilan mereka dengan pekerjaan yang lebih layak untuk mereka. Untuk itu lah, mengapa penegasan pada Undang-Undang perlu untuk dilihat secara lebih jelas lagi.

Anggaran menjadi salah satu penyeebab kaum disabilitas itu tidak mendapatkan haknya secara utuh, anggaran yang dimaksudkan disini adalah anggaran yang diberikan pemerintah kepada negara untuk membangun fasilitas-fasilitas yang dikhususkan untuk kaum disabilitas, seperti contoh : toilet khusus disabilitas, penyebrangan hingga eskalator, dll. Namun sayangnya, saat ini fasilitas yang seharusnya ada oleh anggaran tersebut susah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Seperti contoh kasus yang terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di sana sejumlah penyandang disabilitas mendatangi kantor DPRD Kota Kupang, dengan jumlah 50 orang. Kedatangan mereka difasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang terdiri dari Perhimpunan Mandiri Kusta, atau Permata Nusa Tenggara Timur dan Asosiasi Penyandang Disabilitas dan Handicap Internasional.
Tujuan dari memfasilitasi para penyandang Disabilitas ke kantor DPRD Kota Kupang adalah membantu para penyandang Disabilitas untuk memperjuang hak mereka dalam mendapatkan pelayanan yang sama dengan orang lain, terutama pelayanan dibidang kesejahteraan, kesehatan dan pendidikan. Menurutnya, para penyandang Disabilitas di Kota Kupang juga merupakan warga Kota Kupang yang memiliki hak yang sama dengan orang normal lainnya. Sehingga dalam menetapkan anggaran bagi Kota Kupang, DPRD bersama Pemerintah harus bisa memperhatikan juga anggaran bagi para penyandang Disabilitas. Menanggapi keinginan dari kaum disabilitas tersebut, Ketua Komisi Dua DPRD Kota Kupang, Melkianus Balle mengatakan, DPRD hanya menjalankan fungsi pengawasan anggaran, sehingga terkait permintaan para penyandang Disabilitas untuk mendapatkan anggaran bagi pengembangan karakter dan pendidikan, serta pelayanan kesejahteraan dan kesehatan, merupakan kewenangan Pemerintah Kota Kupang sebagai pemilik anggaran. Menurutnya, DPRD hanya bisa menjadi jembatan dengan pemerintah. Sedangkan untuk anggaran merupakan kewenangan pemerintah, namun aspirasi ini kami terima dan akan diteruskan ke pihak eksekutif.
Saat ini, anggaran yang disediakan bagi para penyandang disabilitas  diberbagai tempat di Indonesia adalah Rp. 300.000 /bulan. Di Kabupaten Bantul anggaran untuk penyandang disabilitas adalah Rp. 3.000.000/tahun. Dengan menganggarkan dana yang sedikit, sulit bagi para penyandang disabilitas untuk mengembangkan kemampuannya.
b.      Perilaku Diskriminatif yang masih sering terjadi.
Hal ini merupakan salah satu penghambat yang krusial karena diskriminatif merupakan perilaku yang membuat para kaum disabilitas mempunyai mental yang down karena dikucilkan dan tidak mendapatkan perlakuan yang sama dan itu berlaku di berbagai aspek bidang kehidupan tremasuk mendapatkan pekerjaan yang layak.  

2.      Solusi agar Bali Declaration’s Priority Areas On People With Disabilities dapat terealisasikan, yaitu:
a.       Undang-Undang dan Anggaran
Baik jika negara membuat peraturan mengenai paksaan atau hukuman bagi yang tidak menerapkan Bali Declaration’s Priority Areas On People With Disabilities. Atau minimal dengan membuat per-undang-undangan seperti yang diterapkan di Cina mengenai jumlah minimal 1,5% pekerja dengan disabilitas. Meningkatkan anggaran untuk pembangunan fasilitas. Jika hanya memberi santunan pada penyandang disabilitas, itu akan membuat mereka menjadi manja. Jika kita membuatkan fasilitas pendidikan, pelatihan, dan lapangan kerja maka  penyandang disabilitas akan menjadi lebih mandiri dan mendapatkan penghasilan yang lebih dari santunan yang diberikan. Contohnya saja, terdapat beberapa penyandang disabilitas yang dengan pendidikan dan pelatihan yang cukup dapat bekerja menjadi dosen atau tenaga ahli lainnya.

b.      Menghilangkan sikap diskriminatif
Pada UU No. 4 tahun 1997 BAB IV Tentang Kesamaan Kesempatan dimulai dari pasal 9—15 yang masing-masingnya berisi :
1.      Pasal 9
Setiap penyandang cacat mempunyai kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
2.      Pasal 10
(1)   Kesamaan kesempaatan bagi penyandang cacat dalam segala aspel kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas.
(2)   Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat.
(3)   Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dan (2) diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
3.      Pasal 11
Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan,  jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
4.      Pasal 12
Setiap lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya.
5.      Pasal 13
Status penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
6.      Pasal 14
Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan memperkejakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.
7.        Pasal 15
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, Pasal 12 dan Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan eraturan Pemerintah.
Setelah adanya penjelasan diatas, masyarakat perlu disadarkan dengan adanya Undang-Undang ini, karena banyak masyarakat yang belum paham akan Undang-Undang terhadap penyandang disabilitas. Sehingga sikap diskriminatif yang timbul dapat diminimalisis.

c.       Memberdayakan penyandang disabilitas
Yang pertama harus dilakukan adalah bekerja sama dengan dinas sosial, mendata dan mengkelaskan penyadang disabilitas ke kelas tertentu, maksudnya adalah kelas untuk membagi porsi kerja mereka sesuai kemampuan mereka. Lalu mengadakan pelatihan kepada penyandang disabilitas dengan tujuan memberikan bekal kepada mereka ketika mereka mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan dll.  Denan cara tersebut diharapkan mereka mendapatkan pekerjaan dan penghasilan tetap setiap bulanny, dan ini diharpakan akan memberi dampak yaitu meningkatkan taraf hidup penyandang disabilitas. Hal pertama yang dapat dilakukan dalam meningkatkan taraf hidup adalah pengahapusan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.Penghapusan ini akan membawa dampak terciptanya penerimaan untuk kalangan disabilitas di berbagai aspek kehidupan,hal ini lah yang memudahkan para kaum disabilitas untuk meningkatkan taraf hidupnya karena otomatis peluang pekerjaan akan terbuka lebar sehingga dapat membantu para disable untuk meningkatkan taraf hidup ketingkat yang layak dan jelas hidup para kaum disable akan jauh dari garis kemiskinan yang selama ini selalu terjadi pada kaum disabilitas.


Kesimpulan dan Saran
·         Kesimpulan
Bali Declaration’s Priority Areas On People With Disabilities dibuat untuk menjamin para penyandang disabilitas. Terkhususnya untuk priority areas nomor tiga yang menjamin pekerjaan layak bagi penyandang disabilitas dengan tujuan meningkatkan kapasitas pemerintah dalam menggabungkan prinsip-prinsip pekerjaan layak untuk penyandang cacat, mendorong CSR (Corporate Social Responsibility) dalam memberikan kontribusi terhadap kelanjutan sosial-ekonomi, mempromosikan pembentukan jaringan untuk kontribusi terhadap kerja penyandang cacat, mempromosikan program pengembangan keterampilan penyandang cacat, dan memperkuat keterampilan kewirausaan dan membangun kapasitas permpuan, pemuda, orang tua dan penyandang cacat. Sedangkan penyebab dari Bali Declaration’s Priority Areas On People With Disabilities ini tidak bisa diimplementasikan di Indonesia karena kurangnya per-undang-undangan yang ada, anggaran dari pemerintah yang masih minim dan sikap diskriminatif oleh masyarakat dengan begitu, upaya perbaikan pada Undang-Undang dan meningkatkan anggaran juga perlu dilakukan.
Pemberdayaan terhadap penyandang disabilitas perlu dilakukan agar taraf hidup mereka meningkat dan dengan demikian, diharapkan tercipta Bapak Amex lainnya.

·         Saran
1)      Untuk mendirikan sekolah-sekolah yang mendukung para disabilitas dalam mengolah kemampuan atau bakat yang dipunya.
2)      Memperluas lapangan pekerjaan untuk para penyandang disabilitas sehingga dapat meningkatkan taraf hidup.
3)      Membuat sebuah kawasan industri ekonomi kreatif untuk para penyandang disabilitas.
4)      Memperbanyak fasilitas yang berhubungan dengan para penyandang disabilitas.
5)      Mempererat hubungan sosial antara penyandang disabilitas dengan kaum normal untuk menghilangkan perlakuan diskriminatif.

DAFTAR PUSTAKA

2.      International Labour Organization. 2013. Hal Atas Pekerjaan Yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas. International Labour Organization. (halaman 4)
4.      Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat.
5.      Stapleton, David, Richard Baukser. 2003. A Policy Puzzle. Michigan.



[1] International Labour Organization. 2013. Hal Atas Pekerjaan Yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas. International Labour Organization. (halaman 4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar